Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Terinspirasi dari Malang, Pegusaha Tempe di Amerika Serikat Ini Sukses Besar

Ruhil Yumna - Selasa, 15 Juni 2021 | 14:45
Tempe yang dijual di banyak toko dalam berbagai rasa.
(GETTY IMAGES via BBC INDONESIA)

Tempe yang dijual di banyak toko dalam berbagai rasa.

GridHype.ID - Belakangan masyarakat kian sadar akan pentingnya menjaga pola makan.

Demi menjaga kesehatan sekaligus lingkungan makin banyak orang menganut gaya hidup vegetarian.

Berbagai pengganti makanan hewanipun menjadi banyak beredar di masyarakat demi memenuhi kebutuhan kaum vegetarian ini.

Baca Juga: Siapa Sangka, 4 Jenis Makanan Ini Ternyata Ampuh Cegah Kanker Payudara, Ada Tahu dan Tempe loh!

Tempe salah satunya, meski di Indonesia dianggap sebagai lauk murah namun di Negara Barat tempe justru tengah naik pamor.

Nah berikut ini adalah kisah perjalanan usaha tempe yang dirintis oleh Seth Tibbott asal Amerika Serikat, yuk disimak!

Ada sejumlah hal yang selalu diingat dan diceritakan Seth Tibbott, pengusaha makanan nabati di Amerika Serikat, saat memulai usahanya lebih dari 40 tahun lalu.

Beberapa hal itu termasuk "rumah pohon", tempat tinggalnya selama bertahun-tahun untuk menghemat biaya serta keputusan menguras tabungannya saat itu sebanyak 2.500 dollar AS (Rp 37 juta) sebagai modal usaha mendirikan perusahaan yang menghasilkan produk nabati, Tofurky.

Satu hal lain yang ia katakan menjadi titik balik usahanya adalah Malang. Kota di Jawa Timur ini, kata Seth, menjadi inspirasinya untuk mencari tempat di luar kota yang cocok untuk memproduksi tempe.

"Saya baca tentang Malang dari buku Tempe oleh Bill Shurtleff.

Saya kagum dengan tebalnya tempe yang diproduksi di sana dan bahwa kawasan itu terkenal membuat tempe dengan kualitas tinggi dengan lokasi di daerah pedesaan," kata Seth kepada BBC News Indonesia.

Baca Juga: Kanker Payudara Masih Menghantui Dunia Kesehatan, Tak Disangka Konsumsi Tahu dan Tempe Bisa Jadi Pencegahannya

"Cerita ini yang menginspirasi untuk memulai memproduksi tempe dengan pindah dari kota besar, ke kota kecil dengan hanya kurang dari 100 jiwa penduduk, dan terletak 90 menit dari Portland, dengan udara dan air bersih," cerita Seth.

Yang dipilihnya menjadi tempat produksi adalah gedung sekolah yang tak lagi digunakan di kota kecil Husum, Washington.

"Saya memproduksi tempe di sana selama 10 tahun dengan hanya sedikit karyawan," kenang Seth.

"Sayangnya saya belum pernah ke Malang, tapi semoga suatu saat nanti saya bisa ke sana," kata Seth lagi.

Seth Tibbot, pendiri Tofurky, perusahaan makanan nabati di Amerika Serikat.
(SETH TIBBOTT via BBC INDONESIA)

Seth Tibbot, pendiri Tofurky, perusahaan makanan nabati di Amerika Serikat.

Ia mengatakan terakhir kali berkunjung ke Indonesia pada 2019.

Selama masa produksi tempe di tempat itu, salah satu momen yang paling dikenangnya adalah menyediakan tempe untuk acara yang dihadiri ribuan orang.

"Ketika itu ada kelompok spiritual yang datang ke saya dan memesan 1.000 kilogram tempe untuk acara besar mereka. Saya terima pesanan itu.

Baca Juga: Nia Ramadhani Ramai Jadi Pembicaraan Lantaran Tak Mengenal Tempe, Warganet: Coba Sih Jangan Malu-maluin Diri Sendiri!

Dua bulan kemudian, 10.000 orang makan tempe dengan resep asam manis, dan sangat menakjubkan.

"Saya masih yakin, acara itu adalah pesanan tempe terbesar yang pernah saya kerjakan di Amerika.

Itulah acara dengan menu tempe terbanyak dalam sejarah Amerika!"

Tempe adalah produk pertama yang ia buat untuk makanan nabati dan sampai saat ini ia sebut tetap menjadi "salah satu produk favoritnya."

Saat ini produk nabati yang dibuat dengan bungkus Tofurky terdiri dari berbagai jenis makanan dan tersebar di setidaknya 27.000 toko dan supermarket.

Tofurky hanya memiliki satu pabrik - dengan menggunakan energi tenaga surya - di Oregon dengan pekerja sekitar 200 orang dan salah satu produk yang paling laku adalah kalkun panggang dan sosis, tentunya semua dari nabati.

Usaha keluarga yang sudah berumur 40 tahun lebih ini, menurut Forbes, diperkirakan memiliki pendapatan sekitar 50 juta dollar AS dan tetap independen, tanpa genjotan modal dari pihak lain.

Baca Juga: 5 Jenis Makanan Enak yang Wajib Kamu Tahu Jika Ingin Terhindar dari Kanker Payudara

Tofurky - masih menurut Forbes - merupakan salah satu bisnis makanan nabati yang paling lama di AS dengan produk pengganti daging berbasis kedelai.

Produk nabati sangat populer terutama pada peringatan hari Thanksgiving dengan menu utama kalkun dan banyak yang menyebut Tofurky adalah nama campuran antara turkey (kalkun) dan tofu (tahu).

Pada November 2018 lalu, Tofurky merayakan pembelian lima juta "kalkun panggangnya".

Menurut data dari Good Food Institute, penjualan makanan nabati pengganti daging meningkat 27 persen dalam setahun terakhir ini menjadi 7 miliar dollar AS, dengan jumlah keluarga yang membeli sekitar 15 juta.

"Fenomena aneh di AS"

Langkah awal memulai bisnis makanan nabati, kata Seth Tibbott, dimulai setelah apa yang ia sebut "fenomena aneh 41 tahun lalu dengan munculnya toko-toko yang menjual tempe di Amerika Serikat."

"Saya jatuh cinta dengan tempe tiga tahun sebelumnya dan sudah yakin tempe akan menjadi sesuatu yang besar karena rasanya yang enak, bergizi dengan tekstur bagus," katanya.

Pengalaman awalnya membuat tempe dimulai melalui kelompok "vegetarian dengan anggota 1.200 orang" yang tinggal dalam satu komunitas yang disebut The Farm.

Baca Juga: Tanpa Tedeng Aling-aling, Inul Daratista Sindir Pedas Tingkah Nadya Arifta yang Dituding Jadi Perusak Hubungan Kaesang dan Felicia Tissue, Sang Biduan: Jangan Pagi Dele Sore Tempe

Kelompok yang hanya makan produk nabati dan sama sekali tidak menyentuh produk dari hewan termasuk susu dan telur, mengolah berbagai makanan termasuk tahu, susu kedelai dan juga tempe.

Mereka menjual cara membuat tempe seharga 3 dollar AS dan dari sinilah pengalaman Seth membuat tempe bermula.

"Saat itu saya tinggal di tenda dan saya pakai kompor seadanya di luar tenda.

Iklim di Tennesse (tempat tendanya) saat musim panas sangat mirip di Indonesia, jadi cocok untuk membuat tempe."

"Fermentasi tempe saya lakukan di panci yang saya letakkan di atas kursi di luar pada malam hari.

Keesokan harinya, di atas kedelai terbentuk lapisan putih. Saya senang... dan saya suka sekali dengan tempe saya," tambahnya.

Sejak pengalaman pertama membuat tempe pada 1977 itu, kata Seth, dia mulai membuat satu kilogram.

Kata dia, "Saya sudah terpikir, tempe memiliki potensi untuk berhasil di Amerika."

Baca Juga: Jangan Sampai Terkecoh dengan Pedagang Nakal, Ini Ciri Tempe yang Harus Kamu Waspadai

Semua tabungannya ia gunakan untuk membeli berbagai perlengkapan dan memproduksi sekitar 50 kilogram tempe per malam, di tempat awalnya, menyewa dapur Hope Co-op Natural Foods di dekat Portland, Oregon, yang digunakan setelah cafe itu tutup.

Sejumlah pelanggan pertamanya, kata Seth, termasuk "orang-orang Indonesia yang tinggal di Portland, Oregon.

Saya antar tempe ke rumah-rumah mereka dan mereka senang." "Setiap minggu, saya juga mengirim tempe ke toko-toko dan restoran di kawasan Portland.

Tiga bulan setelah mulai, saya dapat telepon dari distributor yang ingin memesan sekitar 500 kilogram tempe setiap minggu," kata Seth.

Seth ketika berkunjung ke Indonesia pada 2019.
(SETH TIBBOTT via BBC INDONESIA)

Seth ketika berkunjung ke Indonesia pada 2019.

Dari sinilah ia mulai mencari tempat baru dan membaca tentang produksi tempe di Malang.

Produksi tempe di Husum, berlangsung selama 10 tahun, masa yang menurut Seth, tak begitu menguntungkan. "Saya hidup dengan sekitar 300 dollar AS per bulan.

Untuk menekan biaya, saya menyewa empat pohon dari tetangga, dan saya bangun rumah pohon dan di situlah saya tinggal selama tujuh tahun."

Baca Juga: Tempe Mendoan Bisa Tingkatkan Risiko Diabetes, Ahli Pangan IPB Beberkan Cara Terbaik Makan Makanan dari Kedelai Ini

Namun dia mengatakan, saat itu adalah "tahun-tahun yang mengasyikkan karena saya mengerjakan sesuatu yang saya senangi dan saya membawa tempe ke Amerika.

Namun setiap tahun, keuntungan sedikit bertambah besar," ceritanya.

Tempe punya masa depan cerah

Tahun-tahun pertama membuat tempe juga sulit, kata Seth, karena tak banyak orang yang tahu apa itu tempe.

"Saya ke toko-toko dan masak tempe agar mereka coba.

Saya jadi mahir masak tempe dan orang-orang suka.

Setiap tahun bisnis ini berkembang sedikit demi sedikit...

Dengan hanya tiga atau empat orang, penghasilan saya juga sedikit dan hanya cukup untuk membayar gaji.

Baca Juga: Mudah Busuk, Begini Cara Simpan Tempe Agar Tahan Sampai 3 Hari dan Terjaga Kenikmatannya Saat Disantap

Secara total dalam hampir 10 tahun usaha, penghasilan hanya 31.000 dollar AS (Rp 443 juta), katanya lagi.

"Dan kalau kita majukan sekarang, (dari awal memproduksi 50 kilogram)... sekarang kami produksi 6.000 kg tempe setiap hari.

Pasar ini masih kecil bila dibanding dengan pasar burger tanpa daging, namun berkembang lebih dari 30 persen tiap tahun, pertanda bagus bahwa orang Amerika menikmati tempe."

"Dan sekarang, tempe bisa dibeli di mana-mana di Amerika.

Saya percaya, tempe memiliki masa depan sangat cerah di Amerika dan seluruh dunia," tutupnya.

(*)

Source : Forbes kompas

Editor : Hype

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x