GridHype.ID - Mengolah makanan kaleng mungkin jadi pilihan alternatif saat kita tak punya banyak waktu.
Cukup dengan memanaskannya dalam waktu singkat, makanan kaleng sudah bisa dinikmati.
Memang, makanan kaleng lebih mudah, praktis, dan rasa dijamin enak.
Namun, makanan kaleng juga sering dianggap kurang sehat dibandingkan makanan segar. Kenapa?
Melansir Kompas.com, makanan kaleng adalah makanan yang diawetkan di dalam kaleng untuk waktu yang lama, di mana dikemas dalam wadah kedap udara.
Makanan kaleng yang umum termasuk buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan, sup, daging, dan makanan laut.
1. Proses pengalengan dapat mengurangi kandungan vitamin yang larut dalam air
Mengutip Healthline, makanan kaleng dianggap kurang sehat karena proses pengalengan yang biasanya meliputi 3 tahapan berikut:
Pengolahan: makanan dikupas, diiris, dicincang, diadu, bertulang, dikupas, atau dimasak.
Penyegelan: makanan olahan disegel dalam kaleng.
Pemanasan: kaleng dipanaskan untuk membunuh bakteri berbahaya dan mencegah pembusukan.
Proses pengalengan itu yang memungkinkan makanan dapat awet atau aman dimakan selama 1-5 tahun atau lebih.
Dalam proses pengalengan tersebut biasanya memakai suhu panas tinggi, sehingga membuat vitamin yang larut dalam air, seperti vitamin C dan B dapat rusak.
Vitamin yang larut dalam air sensitif terhadap panas dan udara secara umum, sehingga vitamin tersebut juga dapat hilang selama proses pengolahan, memasak, dan metode penyimpanan yang biasa digunakan di rumah.
2. Mengandung sejumlah kecil BPA
BPA (bisphenol-A) adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam kemasan makanan, termasuk kaleng. Sehingga, itu membuat makanan kaleng dianggap kurang sehat.
Mengutip Healthline, studi menunjukkan bahwa BPA dalam makanan kaleng dapat berpindah dari lapisan kaleng ke dalam makanan yang dikandungnya.
Kemudian sebuah penelitian, peserta yang mengonsumsi 1 porsi sup kalengan setiap hari selama 5 hari mengalami lebih dari 1.000 persen peningkatan kadar BPA dalam urin mereka.
Baca Juga: Jadi Sampah di Luar Negeri, Makanan Satu Ini Malah Jadi Kudapan Lezat di Indonesia
Meskipun buktinya beragam, beberapa penelitian pada manusia telah menghubungkan BPA dengan masalah kesehatan seperti penyakit jantung, diabetes tipe 2, dan disfungsi seksual pria.
3. Berpotensi mengandung bakteri mematikan
Mengutip Healthline, makanan kaleng dianggap kurang sehat karena dapat mengandung bakteri berbahaya yang dikenal sebagai Clostridium botulinum, jika dalam proses pengalengannya tidak dilakukan dengan benar.
Namun, hal itu sangat jarang terjadi pada produk bermerek legal.
Mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri tersebut dapat menyebabkan botulisme.
Botulisme adalah penyakit serius yang dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian, jika tidak ditangani.
Sebagian besar kasus botulisme berasal dari makanan yang tidak dikalengkan dengan benar di rumah.
Sangat penting untuk tidak pernah makan dari kaleng yang menggembung, penyok, retak, atau bocor.
4. Mengandung tambahan garam, gula, atau pengawet
Alasan selanjutnya makanan kaleng dianggap kurang sehat adalah karena di dalamnya sering ditambahkan banyak garam, gula, dan pengawet.
Mengutip Healthline, makanan kaleng tinggi garam mungkin tidak menimbulkan risiko kesehatan bagi kebanyakan orang, tetapi bagi sebagian orang dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
Sebagian makanan kaleng lainnya mengandung tambahan gula yang banyak dan dapat berisiko mengakibatkan obesitas, penyakit jantung, dan diabetes tipe 2.
Lalu, apakah makanan kaleng sepenuhnya tidak baik dikonsumsi?
Makanan kaleng masih mengandung nutrisi
Meskipun sejumlah produk makanan kaleng dianggap kurang sehat karena memiliki efek samping, bukan berarti secara keseluruhan makanan kaleng itu tidak baik bagi kesehatan.
Mengutip Healthline, tomat dan jagung melepaskan lebih banyak antioksidan saat dipanaskan, membuat makanan kalengan dari bahan itu menjadi sumber antioksidan yang lebih baik.
Selain itu, sejumlah nutrisi dalam makanan juga terbukti masih utuh, meski melalui proses pengalengan, seperti protein, karbohidrat, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak, meliputi vitamin A, D, E, dan K.
Jadi, penelitian menunjukkan bahwa makanan tinggi nutrisi tertentu bisa mempertahankan tingkat nutrisinya setelah melalui proses pengalengan.
Baca Juga: Nomor Satu Paling Sering Dilakukan Banyak Orang, Ternyata Ini Penyebab Sariawan Bisa Muncul
Mengutip Eat This, ahli diet Arielle Kestenbaum mengatakan bahwa apa yang membedakan makanan kalengan dengan yang segar terkait nilai gizinya adalah zat yang ditambahkan ke dalam makanan kaleng untuk meningatkan rasa.
"Sejauh ini, tidak ada perbedaan nyata yang diketahui dalam nilai gizi buah-buahan dan sayuran kalengan versus buah-buahan segar," kata Kestenbaum.
"Penting untuk mencari opsi yang sodiumnya lebih rendah atau tanpa sodium," lanjutnya.
"Jika itu bukan pilihan, cobalah membilas sayuran dengan baik sebelum dikonsumsi," imbuhnya.
Jika mengkonsumsi makanan kalengan tidak bisa dihindari, Kestenbaum menunjukkan bahwa buah-buahan atau sayuran berada dalam kondisi paling bergizi saat kaleng pertama kali dibuka.
Jadi, dia menyarankan untuk kita perlu memakannya secepat mungkin untuk memastikan semua nutrisi tidak hilang atau terkontaminasi sata kita makan.
(*)