Kecurigaan kedua, hingga sekarang, tidak ada penjelasan resmi soal jumlah gas air mata yang dibawa oleh polisi di Kanjuruhan malam itu.
"Tidak ada disclaimer juga soal jenis dan produksi (gas air mata). Ada yang disembunyikan," ungkapnya.
Ketiga, polisi juga sebetulnya memiliki kewenangan untuk melakukan autopsi pada jasad korban yang meninggal dunia tidak wajar, tetapi sejauh ini, tidak ada proses autopsi itu.
"(Sengaja) tidak ada autopsi," sebut eks Koordinator Kontras itu.
Oleh karenanya, manifes gas air mata mutlak diperiksa, bukan hanya untuk mencari tahu apakah gas air mata yang digunakan di Kanjuruhan kedaluwarsa atau tidak.
Terkait hal tersebut,Kepolisian Negara Republik Indonesia membenarkan ada gas air mata yang sudah kedaluwarsa digunakan saat kericuhan di StadionKanjuruhan.
Meski demikian, seperti dikutip dari Antara News, efek ditimbulkan dari cairan kimia itu berkurang dibanding yang masih berlaku.
"Ada beberapa yang ditemukan (gas air mata) tahun 2021, saya masih belum tahu jumlahnya, tapi ada beberapa,” kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Dedi Prasetyodi Mabes Polri, Jakarta, Senin.
Sayangnya, hingga kini belum diketahui berapa jumlah gas air mata kedaluwarsa yang digunakan saat kericuhan di StadionKanjuruhan.
Namun Dedi memastikansebagian besar gas air mata atau (chlorobenzalmalononitrile/CS) yang digunakan saat ituadalah gas air mata yang masih berlaku dengan jenis CS warna merah dan biru.
Jenderal polisi bintang dua itu menjelaskan ada tiga jenis gas air mata yang digunakan oleh personel Brimob di seluruh Indonesia, yakni warna merah, biru dan hijau.