GridHype.ID - Sebuah kabar gembira disampaikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Pasalnya ia menyampaikan bahwa DKI Jakarta berhasil keluar dari 10 besar kota termacet di dunia.
kabar gembira itu ia sampaikan di depan Presiden Joko Widodo dan beberapa pejabat negara lainnya di Istana Negara, Jakarta, Selasa (9/2/2021).
"Izinkan kami juga melaporkan bahwa Jakarta pada tahun 2020 ini keluar dari daftar 10 besar kota termacet di dunia," ujar Anies dalam sambutan puncak Hari Pers Nasional di Istana Negara dilansir dari Kompas.com
Baca Juga: Waspada, Bendung Katulampa Siaga III, Siap-Siap Kiriman Banjir di Jakarta
Anies mengatakan, biasanya semua orang ingin masuk daftar 10 besar, tetapi berbeda urusannya dengan urutan tingkat kemacetan yang justru banyak ingin keluar dari angka 10 besar.
Jakarta, kata Anies, pada 2017 berada di urutan keempat kota termacet di dunia, berangsur membaik di urutan ketujuh pada 2018 dan di urutan ke-10 pada 2019.
"Dan, alhamdulillah, di tahun 2020 kita menjadi ranking 31," tutur Anies.
Pencapaian DKI keluar dari urutan 10 besar kota termacet di dunia berdasarkan penilaian lembaga TomTom Traffic Index.
TomTom menempatkan DKI Jakarta di urutan ke-31 dari 216 kota besar di dunia.
Peringkat tersebut merupakan hasil penilaian tingkat kemacetan tahun 2020 yang kini berada di angka rata-rata 36 persen. Angka rata-rata kemacetan tersebut jauh berkurang dibandingkan tahun 2019 yang dicatat TomTom mencapai 53 persen.
Adapun catatan penilaian TomTom, tingkat kemacetan Jakarta pada tahun 2020 berada di titik terendah saat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) April 2020, yakni hanya 11 persen.
Baca Juga: Kabar Gembira Bagi Pelajar DKI Jakarta, KJP Plus Tahap II Sudah Bisa Dicairkan
Sedangkan tingkat kemacetan tertinggi pada tahun 2020 tercatat sebelum kasus Covid-19 ditemukan di Indonesia, atau pada Februari 2020 dengan angka kemacetan sebesar 61 persen.
Jangan hanya saat pandemi
Seorang warga Depok yang sehari-hari bekerja di Jakarta, Muslim Ridho (23), mengakui ada penurunan tingkat kemacetan di Ibu Kota pada masa pandemi Covid-19.
Ridho yang sehari-harinya beraktivitas menggunakan sepeda motor ini merasakan jalanan Ibu Kota sudah cukup lengang.
"Gue yang biasa berangkat dari area suburban Jakarta memang ngerasa ada sedikit perubahan, jalanan jadi lebih lengang, tapi ini waktu pandemi aja," kata Ridho saat dihubungi, Rabu (10/2/2021).
Karyawan swasta yang setiap harinya menempuh jalur Depok-Sudirman ini merasa waktu tempuh saat pandemi lebih cepat 15-30 menit dibandingkan sebelum pandemi.
Namun, ia menilai kemacetan di Ibu Kota berkurang karena sebagian warga bekerja dari rumah atau work from home.
Jadi, keluarnya Jakarta dari 10 besar kota termacet di dunia tidak berhubungan langsung dengan kinerja Pemprov DKI.
Baca Juga: Pemerintah Kembali Lakukan Vaksinasi Massal di 3 Wilayah, Yuk Simak!
Jika nantinya setelah situasi normal Jakarta tetap tidak macet, barulah ia merasa Pemprov DKI layak mendapat apresiasi.
"Konsistensi Pemprov meretas kemacetan Jakarta ini harus dinilai sampai pasca-pandemi nanti, dalam jangka panjang.
Jangan sampai selepas pandemi nanti malah terjadi lonjakan titik kemacetan," katanya.
Benahi transportasi umum
Ridho menilai, untuk mengatasi kemacetan, Pemprov DKI harus terus berupaya agar masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Oleh karena itu, transportasi umum yang ada di DKI Jakarta dan wilayah penyangganya, seperti Transjakarta, MRT, LRT, dan KRL, harus dibuat nyaman, mudah diakses, dan terintergrasi.
Ridho saat ini masih memilih menggunakan sepeda motor karena transportasi umum belum sepenuhnya terintegrasi.
"Trayeknya belum ada yang sampai dekat banget ke rumah atau lokasi-lokasi tujuan gue.
Jadi, masih harus nyambung-nyambung ojek online," katanya.
Saran serupa disampaikan Iwan Santoso (31).
Karyawan swasta yang sehari-hari mengandalkan bus Transjakarta ini menilai transportasi umum adalah kunci untuk membenahi kemacetan di Jakarta.
Iwan menilai, transportasi umum di Jakarta dari tahun ke tahun terus membaik.
Namun, ia berharap perbaikan tetap terus dilakukan.
Untuk bus Transjakarta, misalnya, ia berharap ada penambahan armada agar waktu tunggu tidak terlalu lama serta penumpang tidak terlalu padat.
"Apalagi di masa pandemi ini, bus harus ditambah supaya penumpang tidak berdesak-desakan sehingga tidak terjadi klaster baru," kata dia.
Iwan yang tiap harinya menaiki bus Transjakarta jurusan Ragunan-Monas mengaku kerap harus menunggu 10-15 menit di halte.
Ini karena kapasitas bus juga dibatasi.
"Harusnya kalau bus ditambah di jam-jam sibuk, waktu tunggu bisa dipersingkat lagi," katanya.
Pengendara mobil masih rasakan macet
Pekerja lainnya, Dwi Hapsari (29), tak berani menggunakan transportasi umum selama pandemi Covid-19.
Sebelum pandemi, warga Bumi Serpong Damai (BSD) ini kerap naik KRL untuk berangkat ke kantornya di kawasan Mampang Prapatan.
Namun, pegawai di salah satu kantor pemerintah ini kini lebih memilih naik mobil pribadi agar tidak tertular Covid-19.
"Kalau naik KRL antrenya lebih lama karena penumpang dibatasi. Takut tertular Covid-19 juga," katanya.
Dwi mengaku masih merasakan macet saat pulang pergi dari kantor ke rumahnya. Kemacetan masih ia temui di ruas-ruas jalan Jakarta Selatan, misalnya di Jalan Ciledug Raya, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Mampang Prapatan, dan Jalan Gatot Soebroto.
"Waktu tempuh dari rumah ke kantor dan sebaliknya bisa sampai satu setengah jam. Kalau lagi macet-macetnya malah bisa lebih," kata dia.
Padahal, jika naik KRL sebelum pandemi dan disambung dengan ojek online, ia hanya menghabiskan waktu satu jam di jalan.
Ia menilai kemacetan ini masih terjadi karena banyaknya warga yang beralih dari transportasi umum ke kendaraan pribadi untuk menghindari penularan Covid-19.
"Kalau mau warga tetap pakai transportasi umum, ya unitnya harus ditambah supaya antre tidak lama dan tidak terlalu berdesak-desakan," ujarnya.
Penerapan LEZ dinilai tambah bikin macet
Sementara itu dilansir dari Wartakota, lantaran penerapan Low Emission Zone (LEZ) di kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, berdampak negatif bagi lalu lintas.
Kemacetan terjadi di Jalan Gajah Mada dan Jalan Raya Pantura, Jakarta Utara. Kecametan sudah terjadi sejak Selasa (9/2/2021) pukul 15.00 WIB.
Kecametan di Jalan Gajah Mada sudah terjadi dari depan Pasar Glodok, Tamansari, Jakarta Barat.
Baca Juga: Kembali Diperpanjang, PSBB Ketat di DKI Jakarta Berlangsung Hingga 8 Februari
Saat tiba di perempatan Kota Tua, Tamansari, Jakarta Barat, terlihat sejumlah petugas Dishub dengan rompi oranye mengatur lalu lintas.
Kendaraan dari Jalan Gajah Mada yang mau masuk ke kawasan Kota Tua diarahkan masuk ke Jalan Raya Pantura arah Pasar Asemka.
Diketahui sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memberlakukan Low Emission Zone (LEZ) di Kawasan Kota Tua, mulai Senin (8/2).
Dengan pemberlakuan LEZ ini, kendaraan bermotor dilarang melintas di Kota Tua. Anies mengatakan kendaraan bermotor dilarang melintas di Kota Tua, karena penerapan kebijakan kebijakan Low Emission Zone (LEZ) atau Kawasan Rendah Emisi.
“Penataan lalu lintas (lalin) dari kebijakan Low Emission Zone (LEZ) atau Kawasan Rendah Emisi, yang akan kembali diterapkan di Kawasan Kota Tua pada 8 Februari 2021,” ujarnya.
(*)