Berikutnya, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), salah satunya terkait penghapusan aturan perjanjian kerja kontrak dapat diadakan paling lama 2 tahun dan hanya bisa diperpanjang dua kali.
Kemudian, pemohon juga mempermasalahkan tentang pekerjaan alih daya (outsourcing), waktu kerja, cuti untuk pekerja, upah dan upah minimum.
Serta pemutusan hubungan kerja (PHK), penghapusan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memberikan uang pesangon, uang penghargaan dan uang pengganti hak kepada pekerja atau buruh yang di PHK dan tidak diikutsertakan dalam program pensiun.
Sementara, Pasal 82 dan 83 terkait jaminan sosial.
Salah satunya terkait adanya norma baru jaminan kehilangan pekerjaan yang diklaim pemerintah sebagai suitener dari UU Cipta Kerja kluster ketenagakerjaan.
Namun ketentuan itu berpotensi sulit diimplementasikan karena adanya potensi penerapan outsourcing dan pekerja kontrak yang masif serta adanya upah per jam.
Baca Juga: Jokowi Tegur Seluruh Menteri dan Jajarannya Lantaran Komunikasi Terkait UU Ciptaker Sangat Buruk
"Sehingga mengakibatkan pekerja berpotensi tidak lagi mendapatkan jaminan sosial khususnya jaminan pensiun dan jaminan kesehatan," dikutip dari berkas permohonan.
Adapun, hingga saat ini UU Cipta Kerja digugat oleh empat pihak yakni Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa.
Kemudian pengugat atas nama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, Novita Widyana, Elin Dian Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.
Selanjutnya penggugat atas nama Zakarias Horota, Agustinus R. Kambuaya dan terakhir penggugat dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI).