Kurangnya informasi mengenai cara yang tepatdalam memenuhi kebutuhan vitamin, membuat kadar vitamin dalam tubuh menjadi tidak optimal dan menimbulkan risiko kesehatan pada tubuh.
Bahkan, Asia Tenggara menjadi salah satu wilayah dengan prevalansi defisiensi vitamin D tertinggi, yakni hingga 70% .
Dijelaskan oleh dr. Adam Prabata – General Practitioner & PhD Candidate in Medical Science, “Kurangnya kadar vitamin D dalam tubuh, umum dialami oleh masyarakat, namun kebanyakan orang tidak menyadarinya akibat keluhan yang dirasakan sangat ringan, bahkan tidak ada keluhan sama sekali.
Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab defisiensi vitamin D, yakni: faktor fisiologis, seperti usia dan kondisi kesehatan, termasuk obesitas dan atau tubuh tidak dapat menyerap cukup nutrisi dari makanan; tidak mendapatkan paparan sinar matahari yang memadai.
Dilihat dari kebiasaan berpakaian, penggunaan tabir surya, dan gaya hidup dengan aktivitas luar ruangan yang terbatas.
Serta kurangnya asupan makanan yang mengandung vitamin D. Tentu hal ini pada akhirnya berdampak pada kesehatan, khususnya daya tahan tubuh.”
"Beberapa gejala defisiensi vitamin D yang dapat ditunjukkan oleh tubuh di antaranya: rendahnya daya tahan tubuh sehingga lebih mudah terkena infeksi, sering merasa lelah, sakit tulang dan otot, serta penyembuhan luka terganggu atau lama.
Tak hanya itu, risiko terhadap penyakit lain juga bisa meningkat, seperti gangguan autoimun, diabetes, penyakit kardiovaskular dan kanker, serta komplikasi terkait kehamilan.
Anak-anak yang mengonsumsi ASI dengan vitamin D yang tidak memadai pun memiliki risiko kemungkinan menderita rakhitis.
Oleh sebab itu, langkah-langkah khusus untuk menghindari terjadinya defisiensi vitamin D ini sangat dibutuhkan agar mampu meningkatkan daya tahan tubuh, sekaligus menjaga tubuh dari penyakit,” tambah dr. Adam Prabata.