Menurut Lia, pelonggaran-pelonggaran aktivitas yang ditetapkan pemerintah selama penurunan kasus Covid-19 dapat memicu pergerakan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain.
Hal ini, kata dia, dapat berisiko terjadinya peningkatan penularan virus corona.
"Memang kita melakukan karantina, tetapi kan kita tahu untuk melacak satu virus itu sebetulnya tidak mudah, misalnya dengan karantina lima hari, tapi bisa jadi dua minggu baru timbul," ujarnya.
Di sisi lain, Lia mendukung rumah sakit di daerah-daerah yang sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan sarana untuk menghadapi gelombang ketiga Covid-19.
Sementara itu, melansir dari GridHealth.ID, Ketua Pelaksana Harian Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI), dr Mahesa Paranadipa Maikel MH, seperti dilansir Kompas.com (12/10/2021).
Menurutnya belum ada prediksi pasti perihal gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia.
Namun Mahesa mengatakan, kita masih bisa belajar dari kejadian-kejadian peningkatan kasus Covid-19 sebelum-sebelumnya.
"Jadi kami sampaikan ini bukan prediksi IDI, tapi kami menggunakan beberapa prediksi yang disampaikan oleh pakar-pakar yaitu, prediksi gelombang ketiga itu di akhir tahun (2021) ya," ujarya.
Mahesa menjelaskan, IDI tidak bisa memprediksikan secara pasti kapan gelombang ketiga Covid-19 di Indonesia akan terjadi.
Sebab, belum memprediksikan varian virus corona baru jenis apa lagi yang kemungkinan bisa muncul jika terjadi penularan secara masif di masyarakat.
Penularan Covid-19 yang masif di masyarakat di saat libur panjang bisa sangat mungkin terjadi karena akan meningkatnya mobilitas atau pergerakan masyarakat untuk berlibur, berkerumun dan lalai terhadap berbagai protokol kesehatan yang ada.