GridHype.ID - Beberapa penyintas Covid-19 masih merasakan gejala hingga berminggu-minggu.
Hal ini bisa disebut sebagai long covid-19 atau long term covid-19.
Kondisi pasca-covid ini dikenali sebagai long covid atau long-term covid.
Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa pulih dari Covid-19 berbeda pada masing-masing orang.
Dilansir dari Kontan.co.id,banyak orang dengan Covid-19 bisa merasa lebih baik dalam beberapa hari atau minggu, di mana sebagian besar akan sembuh total dalam 12 minggu.
Tapi, bagi sebagain orang, gejalanya bisa bertahan lebih lama meski telah dinyatakan negatif dan tidak menular.
Kemungkinan memiliki gejala jangka panjang ini tampaknya tidak terkait dengan seberapa parah atau sakit seseorang saat pertama kali terkena Covid-19.
Pasalnya, orang yang hanya mengalami gejala ringan atau bahkan tak memiliki gejala sama sekali dalam beberapa hari atau minggu setelah terinfeksi virus corona dilaporkan dapat juga mengalami kondisi long covid.
Dilansir dari TribunWow.com, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) dalam situs resminya memasukkan perubahan siklus mentruasi pada wanita sebagai gejala long Covid bersama sekitar 20 gejala lainnya.
Menurut penjelasan CDC, long Covid merupakan gejala yang bertahan atau gejala baru pada penyintas Covid-19 yang terjadi minimal selama empat minggu dan bisa bertahan hingga berbulan-bulan.
Dilansir dari situs resmi Post Covid Center, sekitar bulan Mei 2021. mereka melaporkan bahwa terdapat banyak perempuan yang mengaku mengalami perubahan siklus menstruasi setelah terinfeksi Covid-19.
Perubahan siklus ini bisa terjadi berkali-kali, padahal, diketahui bahwa perempuan hanya mengalami menstruasi sebulan sekali.
Shopia Hogg, yang menjadi koresponden kesehatan di Post Covid Center, menjelaskan Covid-19 dapat memengaruhi sistem reproduksi wanita.
Mereka yang mengalami long Covid telah berbicara tentang bagaimana keadaan penyakit yang berkepanjangan ini memengaruhi siklus menstruasi mereka, dan bagaimana hal itu memengaruhi kualitas hidup mereka.
Ketika dia melaporkan hal ini, pada bulan Mei, dia menyebut juga bahwa kini, semakin banyak wanita yang melaporkan bahwa Covid-19 telah memengaruhi siklus menstruasi mereka.
Bagaimana COVID-19 memengaruhi siklus menstruasi?
Para ahli percaya bahwa perubahan hormon, yang memengaruhi menstruasi dan kesuburan, bisa menjadi tanda peringatan infeksi Covid aktif pada wanita.
Siklus menstruasi yang tidak teratur dan masalah menstruasi dapat meningkatkan keparahan gejala Covid yang berkepanjangan dan memiliki dampak jangka panjang pada sistem reproduksi wanita.
Masalah menstruasi bukan hanya terjadi pada perubahan siklus, namun bisa menjadi masalah lainnya.
Sebagian besar wanita yang tertular Covid-19 mengalami menstruasi yang tidak teratur, pembekuan darah menstruasi yang tidak biasa, atau sindrom pramenstruasi (PMS) yang memburuk.
Seperti diketahui bahwa gumpalan darah adalah efek samping dari Covid-19 meski jarang terjadi, tetapi dapat mempengaruhi orang-orang dari segala usia dan menyebabkan komplikasi seumur hidup.
Beberapa mungkin mengalami pendarahan hebat. Beberapa wanita menemukan jumlah gumpalan yang tidak biasa dalam debit menstruasi mereka atau gumpalan besar yang tidak biasa dalam darah.
Sementara pembekuan menstruasi yang disebabkan oleh Covid-19 dapat menyebabkan anemia, masalah darah.
Namun, ini juga bisa disebabkan karena masalah kecemasan atau perubahan pola aktivitas ketika menjalani isolasi mandiri.
Biasanya jika karena hal ini, masalah menstruasi tidak akan berlangsung lama.
Jika kamumengalami perubahan menstruasi selama masa pandemi, langkah pertama yang harus dilakukan adalah memeriksa apakah kamu hamil atau tidak.
Jika tidak maka jangan ragu untuk menghubungi tenaga kesehatan untuk berkonsultasi.
Dr. Jackie Maybin, seorang ginekolog di University of Edinburgh menguraikan bahwa stres telah terbukti bisa memengaruhi siklus menstruasi.
"Pada saat stres, sistem wanita dirancang untuk menurunkan regulasi sementara untuk mencegah kehamilan dan menghemat energi," katanya.
"Efek tingkat otak ini dapat menjelaskan beberapa perubahan menstruasi yang diamati selama pandemi, dengan Covid-19 atau dengan vaksinasi.”
Demikian pula, Dr. Jo Mountfield, wakil presiden Royal College of Obstetricians and Gynaecologists, juga mengatakan tidak ada bukti yang bisa mengatakan bahwa ini berpengaruh terhadap tingkat kesuburan wanita.
"Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa perubahan sementara ini akan berdampak pada kesuburan masa depan seseorang atau kemampuan mereka untuk memiliki anak," katanya.
(*)