GridHype.ID - Pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum kelar.
Belakangan justru bermunculan spekulasi mengenai kemunculan Covid-22.
Pembahasan Covid-22 ini bahkan menjadi trending topic di twitter Amerika Serikat pada Selasa (24/8/2021).
Dikutip dari Kompas.com dari Forbes Selasa (24/8/2021), istilah “Covid-22” kemungkinan muncul dari pernyataan seorang ahli imunologi dari Swiss, Prof Dr Sai Reddy.
Menurut Vanessa Chalmers yang menulis untuk The Sun, Reddy memperingatkan bahwa varian baru dapat muncul pada 2022 yang dapat menimbulkan "risiko besar".
Reddy menyebut kemungkinan ini sebagai "Covid-22" dengan mengatakan "Covid-22 bisa lebih buruk daripada yang kita saksikan sekarang."
Selain itu, dia menggunakan istilah "Covid-21" ketika merujuk pada varian Delta saat wawancara dengan situs web publikasi Jerman bernama Blick.
"Dan varian Delta jauh lebih menular. Ini bukan lagi Covid-19. Saya akan menyebutnya Covid-21," kata Reddy dikutip Blick, 22 Agustus 2021.
Terkait Covid-19, sebenarnya merupakan singkatan dari Corona Virus Disease 2019.
Covid-19 dapat diartikan sebagai penyakit infeksi saluran pernapasan yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome virus corona-2 (SARS-CoV-2), atau sering disebut virus corona.
Munculnya rumor soal Covid-22 tahun depan ini justru dinilai memunculkan rumor epidemiolog yang menyebarkan ketakutan.
Dilansir dari Intisari Online, Sejalan dengan pendapatnya itu, Dr Sai Reddy, ahli epidemiologi Swiss ini mengatakan, kombinasi varian virus SARS-CoV-2 yang ada bisa menciptakan varian Covid-22.
Menurutnya ini sangat berbahaya dan bisa menyebabkan pandemi berkecamuk lagi.
Reddy juga menjelaskan bahwa kemungkinan orang-orang tidak bisa mengandalkan vaksin Covid-19 untuk melindungi diri dari varian super ini.
"Kemungkinan besar akan muncul varian tipe baru dan vaksinasi tidak lagi berfungsi," kata ahli epidemiologi Swiss itu.
Dia menyatakan jika varian seperti Beta atau Gamma menjadi lebih menular atau Delta, yang dia sebut Covid-21.
Akan tetapi varian ini terus berkembang, manusia dapat memasuki "fase baru" penyakit, pandemi "lebih buruk daripada yang kita alami".
Dr. Reddy juga menyerukan suntikan suntikan tambahan untuk membantu melawan virus, karena ini akan membantu menghasilkan antibodi dan mencegah munculnya varian baru.
Pernyataan ahli epidemiologi itu kemudian diterbitkan oleh Insider Paper dengan judul: "PERINGATAN: Varian super baru bernama 'Covid-22' mungkin lebih mematikan daripada strain Delta."
Mengingat pernyataan Reddy adalah dugaan, banyak ahli dan warga menuduhnya menyebarkan informasi yang menakutkan masyarakat.
Sementara pejabat kesehatan berusaha untuk terus mengimbau masyarakat, memvaksinasi dan memperingatkan peningkatan jumlah infeksi baru.
"Rumor telah dimulai lagi," jawab salah satu pengguna Twitter.
"Informasi ini seperti porno ketakutan murni, varian ini bahkan tidak ada kecuali di benak ilmuwan ini," yang lain berbagi.
Menanggapi polemik ini seperti yang dilansir dari Kompas.com, epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menjelaskan, ada kesalahpahaman dari penyebutan Covid-22.
"Saya harus luruskan, sebetulnya itu bukan istilah resmi dan itu tidak berdasar. Tidak ada Covid-20, Covid-21," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (25/8/2021).
Dia mengatakan, Covid-22 ramai di media sosial di luar negeri setelah seorang ilmuwan Swiss memprediksi akan ada varian yang lebih ganas dari varian Delta.
Dicky menegaskan, kemungkinan munculnya varian yang lebih ganas daripada varian delta memang ada, tetapi penamaannya tidak dilakukan dengan mengganti angka di belakang "Covid".
"Sangat mungkin (muncul varian lebih ganas). Penamaannya bukan Covid-20, Covid-22 jadi dari awal sudah salah," imbuhnya.
Selain itu, menurut Dicky, tidak benar juga jika varian Delta disebut varian Covid-21.
"Tapi, dia menyebut Delta variant Covid-21, salah, Delta variant itu kan ditemukannya tahun 2020, jadi enggak benar," tutur Dicky.
Adanya istilah Covid-22, menurut Dicky, bisa menyebabkan hal-hal yang tidak baik di masyarakat.
"(Pertama), bisa kontraproduktif dan bisa menimbulkan kepanikan, ini apa lagi.
Kedua, bisa membuat orang jadi abai terhadap penanggulangan dan pencegahan, terutama di masyarakat. Enggak ada Covid-22 itu," tegasnya lagi.
Dicky menjelaskan, hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah penguatan 3T, 5M, dan vaksinasi.
(*)