Sementara itu, melansir dari Kompas.com, ahli epidemiologi dari Griffith University Australia Dicky Budiman justru tak setuju dengan peraturan yang mewajibkan vaksinasi Covid-19 tersebut.
Pasalnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah merekomendasikan kepada negara-negara yang tengah menghadapi pandemi virus corona, untuk tidak mewajibkan vaksinasi.
"WHO tidak dalam merekomendasikan vaksin ini bersifat wajib, jadi direkomendasikan negara-negara itu mempersuasi, memberikan strategi komunikasi resiko yang dibangun dengan kesadaran, ini lebih efektif," kata Dicky saat dihubungi, Sabtu (13/2/2021).
Dicky juga menyarankan bahwasebaiknya pemerintah membangun komunikasi yang bersifat persuasif terkaitvaksinasi Covid-19, daripada memberikan kesan represif.
Jadi,sebaiknya pemerintah memamarkan terkait manfaat vaksin Covid-19 ketimbang harus mewajibkannya.
"Karena akan kontradiktif, jadi yang dibangun adalah bahwa manfaatnya besar, karena saya yakin enggak ada yang mau, kalau tahu (manfaatnya), dan cara menyampaikannya juga tepat, ini yang harus dijadikan opsi utama vaksin ini," ujarnya.
Dicky juga kembali mengatakan bahwa vaksinasi itu harus bersifat sukarela, bukan malah mewajibkannya dan akan diberi sanski jika menolak.
"Jadi, ini lebih pada, upaya membangun trust ini dengan strategi komunikasi resikonya yang tepat dari pemerintah. Tidak dengan menakut-nakuti," imbuh dia.