GridHype.ID - Virus corona menjadi salah satu hal yang menghantui dunia akhir-akhir ini.
Apalagi penyebaran dari virus corona begitu cepat.
Tercatat virus corona membunuh lebih dari 40.000 orang di berbagai negara.
Namun dibalik keganasan virus corona tersebut, kini ada kabar baik di tengah pandemi global tersebut.
Sebuah makalah ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal Nature menyebutkan bahwa lubang ozon bumi mulai menutup.
Baca Juga: Fenomena Gunung Kemukus Lakukan Ritual Seks Demi Pesugihan dan Jodoh Asal Memenuhi Prinsip Ini
Menurut The Copernicus Atmosphere Monitoring, lapisan ozon kali ini terlihat tidak biasa di atas Antartika.
"Biasanya lubang ozon berada di Antartika di musim semi (September). Tahun ini, karena kondisi meteorologi khusus, penipisan ozon diamati juga di atas wilayah kutub utara," jelasnya
Penipisan ozon secara langsung berkaitan dengan suhu di stratosfer.
Ozon dihancurkan oleh reaksi kimia dalam awan stratosfer yang hanya dapat terbentuk pada suhu di bawah -80 °C.
Sebelumnya, lapisan ozon tersebut telah rusak akibat pemanasan global.
Tingginya penggunaan zat chlorofluorocarbon atau CFC telah menyebabkan lapisan tersebut rusak dan dapat mengancam jiwa manusia.
Baca Juga: Bikin Sinal WiFi Jadi Lemot, Jauhkan WiFi dari 5 Benda yang Ada di Rumah ini
Berdasarkan National Institutes of Health Department of Health & Human Services menjelaskan, chlorofluorocarbon (CFC) adalah sekelompok bahan kimia yang diproduksi tidak berbau.
Karena mereka merusak lapisan ozon bumi, CFC telah dilarang sejak 1996.
Sebelum produk CFC dilarang, mereka digunakan dalam aerosol, lemari es, AC, pengemasan makanan busa, dan alat pemadam kebakaran.
Sebelum 2009, CFC digunakan dalam inhaler untuk mengendalikan asma. Dua jenis inhaler CFC terakhir dihapus pada tahun 2013.
Baca Juga: Makin Mesra, Wijin Terang-terangan Tak Mau Buru-buru Menikah dengan Gisella Anastasia karena Hal Ini
CFC juga merupakan gas rumah kaca yang mempengaruhi lingkungan dengan berkontribusi terhadap pemanasan global.
Efek kesehatan jangka pendek dari CFC meliputi jaringan kulit membeku seperti di ujung jari atau di saluran udara bagian atas.
Menghirup konsentrasi CFC yang tinggi dapat menyebabkan gejala keracunan, koordinasi berkurang, sakit kepala dan pusing, tremor dan kejang-kejang, atau detak jantung tak teratur.
Sedangkan efek kesehatan jangka panjang dapat meningkatkan paparan sinar ultraviolet yang berbahaya bagi kulit.
Bahkan tingginya sinar ultraviolet ini dapat menyebabkan katarak, kanker kulit, hingga sistem kekebalan tubuh lemah.
Terlepas dari itu, para ilmuwan tengah meneliti lebih lanjut terkait lubang ozon yang mulai menutup tersebut.
Namun beberapa warganet menyangkut-pautkan kejadian ini dengan dampak baik virus corona.
Ada yang berasumsi bahwa lockdown yang dilakukan beberapa negara, yang menutup sementara beberapa pabrik dengan cerobong asap, menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Warganet beranggapan lapisan ozon pulih akibat bumi bersih dari kegiatan yang menghasilkan karbon berlebih meski diselimuti momok menakutkan, yaitu virus corona (Covid-19).
(*)