“Ini (Ukraina) relatif beradab, relatif Eropa—saya harus memilih kata-kata ini dengan hati-hati—kota yang mana kamu tidak akan menduga (perang) akan terjadi, atau berharap bahwa itu (perang) akan terjadi.”
Tak hanya itu, mengutip dari TribunWow.com, diketahui terdapat sekira 76 ribu pelajar asing yang berada di Ukraina.
Pasca operasi militer Presiden Rusia Vladimir Putin yang dimulai sejak Kamis (24/2/2022), warga Ukraina termasuk para pelajar dari negara asing tersebut berbondong-bondong pergi mengungsi ke negara tetangga.
Namun di tengah situasi perang dan darurat militer, ternyata masih ada perlakuan diskriminasi dan rasisme yang dilakukan oleh aparat Ukraina.
Informasi ini disampaikan oleh kantor berita Aljazeera lewat akun Twitternya @ajplus, Rabu (2/3/2022).
Perlakuan rasisme oleh aparat Ukraina dirasakan para pelajar dari negara Afrika, India hingga timur tengah.
Pelajar dari Ghana, Ethel Ansaeh Otto mengaku melihat seorang pria kulit hitam dipukuli oleh aparat.
"Saya ingat mereka memukul seorang pria kulit hitam, seorang polisi di Ukraina memukul pria kulit hitam tanpa alasan yang jelas," ujar Ethel.
Ethel kemudian menjelaskan bagaimana warga kulit putih menjadi prioritas pertama dibanding warga ras lainnya.
Selain diskriminasi, para pelajar dari negara lain itu mengaku mengalami penganiayaan hingga permintaan suap.
Di beberapa kasus, aparat penjaga perbatasan hanya membolehkan warga kulit putih Ukraina untuk menyeberangi perbatasan.