GridHype.ID - Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Lawhingga kini masih terus menjadi perbincangan hangat.
Aksi unjuk rasa yang telahdilakukan selama 3 hari (6-8 Oktober) lalu pun berbuntut panjang sampai saat ini.
Pasalnya aksi unjuk rasa yang dilakukan massa berakhir ricuh dan diwarnai praktik anarkisme.
Kini, gelombang aksi unjuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja atau Omnibus Law berlanjut.
Hari ini, Selasa (13/10/2020), menurut rencana sejumlah elemen PA 212, GNPF Ulama, FPI dan HRS Center dan sejumlah ormas akan menggelar aksi demo di Jakarta.
Menanggapi hal itu, pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Johanes Tuba Helan SH. MHum mengatakan, Negara bisa mengambil sikap otoriter demi mengamankan kepentingan yang lebih besar dalam menghadapi aksi demonstrasi yang diwarnai praktik anarkisme.
"Negara harus tegas menghadapi aksi-aksi anarkisme dalam demonstrasi, bisa saja bersikap otoriter untuk kepentingan publik yang lebih besar, itu boleh saja dilakukan," katanya ketika dihubungi di Kupang, Senin (12/10/2020).
Ia mengatakan hal itu berkaitan aksi demonstrasi di berbagai daerah di Tanah Air untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja yang diwarnai dengan anarkisme berupa kekerasan dan pengerusakan.
Sikap otoriter ini bukan untuk melindungi penguasa agar kekuasaan sekarang ini bisa berjalan langgeng tetapi untuk kepentingan rakyat secara luas.