"Tekanan psikologis sangat besar, ketika Anda harus mengkritik diri sendiri, mencela pemikiran Anda - kelompok etnis Anda sendiri," kata Bekali, yang menangis ketika menjelaskan kamp tersebut.
“Saya masih memikirkannya setiap malam, sampai matahari terbit. Saya tidak bisa tidur. Pikiran selalu bersama saya sepanjang waktu."
Sejak awal 2017 pihak berwenang di wilayah Xinjiang diperkirakan telah menahan puluhan atau bahkan ratusan ribu Muslim di kamp-kamp, termasuk beberapa warga negara asing.
Sebuah komisi Amerika Serikat menyebut tempat ini sebagai "penjara massal terbesar dari populasi minoritas di dunia saat ini".
Sementara seorang sejarawan terkemuka menyebutnya "pembersihan budaya".
The Independent dikabarkan coba mengonfirmasi kabar ini ke Kementerian Luar Negeri China.
Baca Juga: Pembantaian Umat Islam di India, Beginilah Sosok Kapil Mishra Sang Provokator
Para pejabat Cina sebagian besar menghindari komentar tentang kamp-kamp ini.
Namun berdasarkan komentar sejumlah pejabat tinggi China di media pemerintah, mereka berkeyakinan perubahan ideologis diperlukan untuk memerangi separatisme Islam.
Muslim Uighurs radikal, versi pemerintah China, disebut telah membunuh ratusan orang dalam beberapa tahun terakhir.
Dan China menganggapnya sebagai ancaman bagi perdamaian di negara yang mayoritas penduduknya beretnis Han.