Gridhype.id – Kemari, (30/10/2019) tepat 54 tahun tragedi kelam yang dikenal sebagai G 30S PKI terjadi
Ketika itu pula, sosok orang pria asal Yogyakarta yang dikenal dengan nama Burhan Kampak muncul sebagai algojo.
Kisahnya diabadikan dalam Majalah Tempo tahun 2012, berjudul "Pengakuan Algojo 1965".
Ya, Burhan telah menjadi algojo 1965, untuk membasmi orang komunis khususnya di daerah Yogyakarta.
Baca Juga: Dituduh Pura-pura Telepon saat Wawancara, Mulan Jameela Angkat Bicara dan Beri Pembelaan Menohok
Kemanapun dia pergi Burhan selalu membawa Kampak. Oleh karenanya, dia sering disebut Burhan Kampak.
Senjata itu pula yang sering dia gunakan untuk mengeksekusi orang-orang PKI dan para simpatisannya.
Selain kampak Burhan juga menggunakan pistol sebagai senjatanya.
Saat diwawancarai BBC pada 2015 silam Burhan mengaku menjadi satu-satunya yang membawa kampak panjang.
Kebencian Burhan ternyata tumbuh sejak dia masih mahasiswa di Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Pada tahun 1962, kala itu Majelis Ulama Indonesia dalam Muktamarnya di Sumatera membuat fatwa bahwa komunisme itu haram.
Mulai saat itulah kebencian Burhan muncul kepada PKI dan semakin menjadi saat dia lantas dikeluarkan dari Fakultas Hukum UGM pada tahun ketiga.
Hal itu terjadi lantaran dia memasang spanduk poster tentang pembubaran Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) organisasi mahasiswa yang berafiliasi dengan PKI.
Dalam keterangan Burhan, CGMI waktu itu 1963-1964 seringkali meneror dan mengintimidasi mahasiswa Islam.
Juga, mahasiswa simpatisan PKI menggelar demonstrasi di Malioboro dan tempat strategis di Jogja.
Bahkan, saat Ketika Comite Central (CC) PKI DN Aidit menyinggung HMI, itu membuatnya semakin tersinggung.
Hingga pucaknya saat G30 S PKI terjadi, Burhan ikut terjun dan melakukan perlawanan pada PKI.
Sebagai staf satu dalam Laskar Ampera Aris Margono dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia, Burhan memiliki lisensi untuk membunuh "License to kill"
Setidaknya ada 10 orang yang diberi pistol dan dilatih.
Mereka diberi pistol berjenis FN, lalu, Burhan seringkali datang ke markas Kostrad yang bertempat di Gedung Wanitatama, Yogya untuk minta peluru.
Dia beroperasi di daerah Luweng, Gunungkidul, kemudian Klaten.
Ketika mengeksekusi pada malam hari, para terksekusi ditutup matanya kemudian didorong dari tebing ke aliran sungai yang mengalir ke pantai selatan Jawa.
Kemudian, di Kaliwedi sebelah barat Klaten, sebelum melakukan eksekusi warga membuat parit sepanjang 100 hingga 200 meter untuk menaruh anggora PKI dan simpatisannya. (*)
Artikel ini telah tayang di Intisari online dengan judul,“Kisah 'Burhan Kampak', Algojo Pembantai PKI yang Mengaku Sering Datang ke Kostrad Untuk Minta Peluru”