Gridhype.id-Kehidupan di luar planet Bumi masih menyimpan beragam rahasia yang belum terpecahkan.
Luar angkasa menjadi tempat terluas yang hingga kini masih menuai rasa penasaran.
Meski demikian, perkembangan teknologi membuat sejumlah ilmuwan berhasil terbang ke luar angkasa.
Film-film science fiction kerap menggambarkan astronaut yang berjalan melayang-layang di ruang angkasa, lengkap dengan pakaian dan helmnya.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh manusia saat berada diluar angkasa?
Selama lebih dari 50 tahun, Human Research Program (HRP) NASA telah mempelajari apa yang terjadi pada tubuh manusia di luar angkasa.
Melalui riset ini, para ilmuwan berusaha memahami efek penerbangan ke luar angkasa pada manusia saat astronot berpindah dari StasiunLuar AngkasaInternasional yang berada di orbit rendah Bumi ke tujuan luar angkasa di dalam atau di sekitar Bulan dan seterusnya.
Para peneliti menggunakan hasil riset tersebut untuk merancang prosedur, perangkat, dan strategi agar astronaut tetap aman dan sehat selama menjalankan misi.
Dilansir dariNASA,berikut adalah beberapa hal yang terjadi pada tubuh manusia saat berada di ruang angkasa.
1. Menghadapi Medang Gravitasi yang Berbeda
Astronot akan menghadapi tiga medan gravitasi berbeda saat menjalankan misi Mars. Dalam perjalanan enam bulan antar planet, awaknya tidak akan berbobot.
Saat tinggal dan bekerja di Mars, kru akan berada di sekitar sepertiga dari gravitasi Bumi sehingga saat kembali ke Bumi, kru harus beradaptasi kembali dengan gravitasi Bumi.
Transisi dari satu medan gravitasi ke medan gravitasi lainnya lebih sulit daripada yang kita bayangkan.
Kondisi ini memengaruhi orientasi spasial, koordinasi kepala-mata dan tangan-mata, keseimbangan, dan penggerak, dengan beberapa anggota awak mengalami mabuk perjalanan luar angkasa.
Mendaratkan pesawat ruang angkasa di Mars bisa menjadi tantangan karena para astronot harus menyesuaikan diri dengan medan gravitasi benda angkasa lain.
Saat beralih dari keadaan tanpa bobot ke gravitasi, astronot mungkin mengalami intoleransi ortostatik pascapenerbangan yang menyebabkan mereka tidak dapat mempertahankan tekanan darah saat berdiri sehingga mengakibatkan pusing dan pingsan.
NASA telah mempelajari bahwa tanpa pengaruh gravitasi Bumi pada tubuh manusia, tulang yang menahan beban kehilangan rata-rata 1 persen hingga 1,5 persen kepadatan mineral per bulan selama penerbangan luar angkasa.
Setelah kembali ke Bumi, keropos tulang mungkin tidak sepenuhnya diperbaiki dengan rehabilitasi, namun risiko patah tulang mereka pun tidak lebih tinggi.
Tanpa diet yang tepat dan rutinitas olahraga, astronot juga kehilangan massa otot dalam gayaberat mikro lebih cepat daripada di Bumi.
Selain itu, cairan dalam tubuh bergeser ke atas ke kepala dalam gaya berat mikro, yang dapat menekan mata dan menyebabkan masalah penglihatan.
Selain itu, kru mungkin mengalami dehidrasi dan peningkatan ekskresi kalsium dari tulang mereka.
Jika tindakan pencegahan atau penanggulangan tidak diterapkan, kru mungkin mengalami peningkatan risiko batu ginjal.
Baca Juga: Kematiannya Menyimpan Banyak Misteri, Ternyata Ada Hal yang Ditutupi
2. Rentan Terpapar Radiasi
Di luar angkasa, astronot terpapar berbagai tingkat radiasi yang berbeda dari yang ada di Bumi.
Tiga sumber utama yang berkontribusi terhadap lingkungan radiasi luar angkasa adalah partikel yang terperangkap dalam medan magnet Bumi, partikel energetik matahari dari Matahari, dan sinar kosmik galaksi.
Paparan radiasi yang meningkat dapat dikaitkan dengan efek jangka pendek dan jangka panjang terhadap kesehatan.
Penelitian pada hewan dan seluler menunjukkan bahwa jenis radiasi di lingkungan luar angkasa berdampak lebih besar pada kesehatan dibandingkan dengan radiasi yang ada di di Bumi.
Astronot tidak hanya akan terpapar lebih banyak radiasi di luar angkasa daripada di Bumi, tetapi radiasi yang mereka hadapi dapat menimbulkan risiko yang lebih tinggi.
3. Rentan Mengalami Efek Isolasi
Awak ekspedisi yang dipilih untuk tinggal di stasiun luar angkasa dipilih dan dilatih dengan hati-hati untuk memastikan mereka dapat bekerja secara efektif sebagai tim untuk menjalankan misi selama enam hingga 12 bulan.
Kru yang menjalankan misi ke Bulan atau Mars akan menjalani penilaian, seleksi, dan persiapan yang lebih hati-hati karena mereka akan melakukan perjalanan lebih jauh dengan durasi lebih lama di lingkungan yang terisolasi dan terbatas.
Komunikasi dan pemahaman di antara anggota kru sangat penting untuk keberhasilan misi, dan perubahan moral serta motivasi mungkin dialami saat menjalankan misi.
Dengan menggunakan analog penerbangan luar angkasa di Bumi, penelitian NASA mengungkapkan bahwa durasi dan jenis pengalaman terbatas dan terisolasi penting untuk dipertimbangkan.
Semakin terbatas ruang, dan semakin sedikit kontak dengan orang-orang di luar lingkungan, semakin besar kemungkinan manusia mengembangkan kondisi perilaku atau gangguan kejiwaan.
Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judulApa yang Terjadi pada Tubuh Manusia Saat Berada di Luar Angkasa?
(*)