Tamu undangan yang datang dan berkelilingbleketepediharapkan akan bersih lahir dan batin.
Sejarah pemasanganbleketepeternyata sudah melekat kuat sejak zaman dahulu.
Pakar kebudayaan Jawa asal Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Supardjo mengatakan,bleketepemerupakan bagian dari proses pernikahan adat Jawa yang terbuat dari anyaman daun kelapa.
"Biasanya yang bukan janur. Jadi justru yang sudah hijau atau sudah tua, istilahnya blarak," kata Supardjo dilansir darikompas.com.
Asal mula pemasanganbleketepesudah ada sejak lama dan dimulai oleh Ki Ageng Tarub.
Kala itu Ki Ageng Tarub memilikigaweuntuk menikahkan anaknya, sayangnya beliau tidak memiliki area yang cukup untuk menampung tamu yang hadir.
Padahal, dalam adat Jawa baiknya pernikahan mengundah banyak orang untuk hadir.
"Padahal, tata krama adat Jawa itu kalau mengundang orang banyak apabila berkenan datang itu disediakan tempat duduk termasukpayon,"jelas Supardjo.
"Kalau tidak adapayon, tidak etis, tidak menghormati tamu," sambungnya.
Berawal dari hal tersebut, lantas muncul pemasangan tarub danbleketepedi bagian depan rumah.