Sedangkan Dissociative Identity Disorder (DID) atau yang lebih dikenal sebagai kepribadian ganda, dilansir dari psikologi.unnes.ac.id (23/07), termasuk ke dalam bagian dari kelompok Dissociative Disorder (gangguan disosiatif).
Dissociative Disorder sendiri merupakan gangguan atau diskontinuitas dalam integrasi normal, kesadaran, memori, identitas, emosi, persepsi, representasi tubuh, kontrol motorik, dan perilaku.
Gejala disosiatif ini berpotensi untuk mengganggu setiap area fungsi psikologis manusia dalam aktivitasnya sehari-hari.
Dissociative Identity Disorder
DID merupakan gangguan identitas yang ditandai dengan adanya dua atau lebih kepribadian yang berbeda.
Masing-masing identitas kepribadian tersebut dapat memiliki nama, usia, gestur, perilaku, ras, hingga jenis kelamin yang berbeda-beda, tetapi semuanya dapat hidup berdampingan (coexistence) dalam diri seseorang.
Identitas “inti” adalah sebutan untuk kepribadian yang biasa atau sebenarnya, sedangkan kepribadian alternatif disebut sebagai “alter.”
Selain itu, kondisi lain yang menjadi ciri utama pengidap DID adalah terjadinya episode amnesia berulang.
Kondisi amnesia di sini berkaitan dengan ketidakmampuan individu untuk mengingat segala hal yang terjadi ketika kepribadian alternatif yang dimilikinya mengambil alih kepribadian inti. Itulah sebabnya, pengidap DID pada umumnya tidak menyadari bahwa ia memiliki kepribadian alternatif.
DID sendiri sangat langka terjadi dengan prevalensi sebesar 0.01-1% dari seluruh populasi. Gangguan ini dapat terjadi pada usia berapa pun, tetapi pada umumnya baru terdiagnosa ketika dewasa dan lebih sering terjadi pada pada wanita.
Pada anak-anak, DID tidak muncul dengan perubahan identitas, melainkan dengan gangguan mental yang menimbulkan masalah memori, konsentrasi, keterikatan, dan permainan traumatis. Pada remaja, agresivitas muncul dan mungkin hanya tampak sebagai gejolak remaja atau gejala gangguan mental yang lain.
Baca Juga: Terungkap Fakta Video Asusila Kebaya Merah, Dibuat 8 Bulan Lalu dengan Bayaran Rp750.000