Dahulu, orang-orang Betawi tidak menggunakan rantang seperti yang dikenal sekarang. Mereka menggunakan wadah yang terbuat dari bambu seperti bongsang, tampah, tenong, atau besek.
“Tenong juga untuk dodol, rangkambang, tape uli, pokoknya kue-kue yang basah gitu lah. Kalau besek itu biasanya untuk nasi dan lauk pauk.
Bongsang itu untuk buah-buahan,” terang Yahya.
Kemudian pabrik yang mengolah besi, alumunium, dan juga baja mulai banyak bermunculan. Mereka memproduksi beragam alat masak, termasuk juga rantang bertingkat seperti yang kita kenal sekarang ini.
“Rantang ini juga sama di bagian atas nasi, bawah sayuran, bagian tengah lauk pauk. Kadang di rantang kita bawa kue juga,” sambung dia.
Sudah ada sejak sebelum Islam
Menurut Yahya, tradisi rantangan ini telah ada sejak masa sebelum Islam dikenal masyarakat Betawi.
Dahulu tradisi ini dikenal dengan sebutan ‘nyuguh’ atau sajen.
Upacara dan ritus untuk memuja Tuhan ini menggunakan wadah bambu yang dulu sempat digunakan dalam tradisi rantangan.
Di antaranya adalah besek, tampah, dan pincuk daun.
“Wadah itu mengikuti perkembangan teknologi tradisional dan modern yang memanfaatkan pengolahan besi dan baja.