GridHype.ID- Di berbagai negara termasuk di Indonesia, saat ini tengah gencar melakukan program vaksinasi Covid-19 kepada seluruh warganya.
Program vaksinasi Covid-19 ini diharapkan bisa menurunkan angka kasus penularan Covid-19.
Selain itu, vaksinasi Covid-19 juga diharapkan bisa memusnahkan keberadaan virus corona itu sendiri.
Vaksin sendiri diketahui adalah produk biologi berasal dari virus, bakteri atau dari kombinasi antara keduanya yang dilemahkan.
Dimana saat ia dimasukan ke dalam tubuh diharapkan mampu memicu produksi antibodi untuk memberikan kekebalan.
Dalam artikel berjudul "Why vaccination is safe and important" yang dilansir dari NHS (30 Maret 2021), disebutkan bahwa orang yang sudah divaksin sistem kekebalannya mampu mengenali dan tahu cara melawan suatu infeksi penyakit.
Artinya jika kita disuntik vaksin Covid-19, maka sistem kekebalan kita akan terlatih dalam melawan Covid-19 sehingga infeksi virus tersebut bisa dihindarkan.
Namun ternyata tidak semua tubuh seseorang cocok dengan vaksin.
Sehingga ada kemungkinan antibodi bisa tidak terbentuk meski sudah diberi suntikan vaksin Covid-19 contohnya.
Hal ini seperti yang diungkap oleh dr RA Adaninggar SpPD lewat unggahan di akun Instagram pribadinya @ningzsppd, Selasa (6/4/2021).
Dalam unggahannya itu disebutkan bahwa antibodi bisa saja tidak terbentuk setelah disuntik vaksin Covid-19.
Menurutnya hal ini terjadi lantaran sistem imun manusia yang sangat kompleks.
"Dimana kekebalan tidak hanya ditentukan oleh antibodi, banyak faktor dan sel imun lain yang juga berperan tapi tidak semua bisa diperiksa," tulis dokter yang akrab disapa Ning.
Disebutkan juga bahwa sekitar 2-10 % orang sehat, gagal membentuk antibodi pada kadar tertentu setelah vaksinasi rutin.
Kondisi non responder sudah pernah dilaporkan terjadi pada beberapa vaksin sebelumnya dengan prevalensi yang bervariasi, misal pada vaksin Hepatitis B, hepatitis A, dan influenza.
Demikian pula efektivitas vaksin covid-19.
"Efektifitas vaksin tidak tergantung berapa kadar antibodi, tapi ditentukan oleh sistem imun masing-masing orang, perilaku dan pola hidup bersih dan sehat, faktor vaksin itu sendiri, dan varian virus yang ada di sekitar," jelas Ning.
"Jadi tinggi rendahnya titer antibodi tidak bisa menunjukkan pasti kekebalan seseorang," sambungnya.
Dalam unggahannya, dijelaskan bahwa kegagalan vaksin terbagi menjadi dua jenis yaitu primer dan sekunder.
Adapun kegagalan primer yaitu sejak awal suntikan dan booster tidak terbentuk antibodi yang optimal.
Lalu kegagalan sekunder yaitu terbentuk antibodi tetapi tidak bisa melindungi secara adekuat dari infeksi alami.
Semakin lama periode sejak vaksinasi ke booster infeksi alami atau vaksin, maka kegagalan vaksin sekunder lebih mungkin terjadi.
Kondisi ini terjadi karena faktor vaksin yaitu antigen yang dipakai, faktor teknis penyuntikan, interval atau dosis tertentu.
Lalu faktor sistem imun seperti genetik, umur, penyakit komorbid imunodefisiensi, penggunaan obat imunosupresan, dan status nutrisi.
Adanya antibodi hanya menunjukkan bahwa tubuh manusia sudah pernah berkenalan dan berespon terhadap virus spesifik baik melalui infeksi alami atau vaksin.
Kadar antibodi tidak dapat menunjukkan secara pasti kekebalan yang terbentuk, kemampuan netralisir, durasi antibodi atau kekebalan bertahan virus serta efektivitas vaksin.
"Prinsipnya, selama herd immunity masih belum terbentuk, virus masih banyak beredar di sekitar kita, semua orang masih bisa terinfeksi termasuk orang yang sudah divaksin, meskipun dengan vaksin, risiko sakit berat dan kematian akan menurun," pungkas Ning.
Artikel ini telah tayang di GridHealth.ID dengan judul "Ternyata Antibodi Bisa Tidak Terbentuk Meski Sudah Divaksin Covid-19, Ini Sebabnya"
(*)