Ketua Umum Pimpinan Pusat Serikat Nelayan NU, Wicaksono, mengatakan, harga garam lokal di tingkat petani kini hanya mencapai Rp 100-200 per kilogram.
Harga garam yang menyusut itu terjadi di tiga sentra produksi, yakni Indramayu, Madura, dan Nusa Tenggara Timur.
"Setelah melihat dan mendengar di lapangan secara langsung dari para petani garam, mereka menyatakan keresahan terkait produksi garam yang tidak terserap oleh pasar, bahkan di tingkat petani sekarang Rp 100-Rp 200 per kg. Ini tentu sangat meresahkan," kata Wicaksono.
Harga garam yang terlalu murah itu membuat petani tak mendapat keuntungan.
Bahkan, para petani di beberapa sentra produksi mengaku hasil panennya hanya bisa untuk membeli 15 kilogram beras.
Agar harganya tidak terus menyusut, dia meminta pemerintah menetapkan harga acuan garam lokal di level Rp 700-Rp 1.000 per kilogram.
Pasalnya, harga garam impor yang dibeli Indonesia Rp 1.000 per kilogram.
"Bahkan (garam impor) dari china sendiri sekitar Rp 1.500 per kg. Sedangkan hari ini harga garam di level petani hanya menyentuh Rp 100-Rp 200 kg," ungkap Wicaksono.
Menurut Hasan, impor garam dengan alasan kualitas garam rakyat yang dibilang rendah hanyalah pembenaran bagi importir.
"Pemerintah telah melakukan berbagai upaya melalui program peningkatan kuantitas dan kualitas garam rakyat. Di antaranya melalui penerapan teknologi berupa geoisoiator atau membrane," ujar dia.