Penolakan keras warga terhadap rencana pengeboran sumur baru Lapindo di Desa Kedungbendo, Tanggulangin, pada Februari 2016 adalah cermin ketidakpekaan negara, terutama Pemkab Sidoarjo, terhadap permasalahan sosial warganya. Trauma semburan lumpur 10 tahun silam yang dialami warga dianggap selesai dengan bagi-bagi bahan pokok.
Amien menyayangkan sikap pemerintah yang tak menganggap semburan lumpur sebagai bencana karena berarti mengabaikan pentingnya mitigasi. Terlepas bencana alam atau industri, mitigasi penting untuk mencegah korban jiwa dan material serta merumuskan kebijakan yang akan menyelamatkan masa depan bangsa.
Sebagai gambaran, pakar statistik ITS, Krenayana Yahya, menghitung, sampai tahun lalu kerugian ekonomi semburan lumpur telah menembus angka Rp 60 triliun. Nilai itu setara dengan 46 tahun pendapatan asli daerah Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp 1,3 triliun pada 2015.
Kabar terbaru, sebuah pulau terbentuk dari endapan lumpur hasil buangan ke Sungai Porong, Sidoarjo.
Disebut Pulau Lusi oleh warga setempat, daratan baru ini memiliki luas sekitar 93,4 Hektare.
Menariknya, endapan lumpur itu kemudian ditanami dengan tumbuhan mangrove yang ternyata berkembang cukup baik.
Banjir yang dipicu penurunan tanah karena bencana lumpur lapindo
Dikutip dari Kompas.com, dua orang tewas saat banjir menerjang permukiman warga di Dusun Genuk Watu, Desa Kepulungan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan pada Rabu (3/2/2021).
BPBD menyebut banjir itu dipicu oleh penurunan tanah karena bencana lumpur Lapindo.
Korban tewas adalah warga sekitar yang bernama Sri Susminanti dan Nanda Sekar Arum.
Selain memakan korban jiwa, enam rumah rata dengan tanah karena terseret banjir. Sedangkan 11 rumah rusak berat dan 13 rumah rusak sedang.