Sejak pertengahan bulan September, Fachri mengatakan pihaknya sudah mendeteksi adanya dampak dari fenomena La Nina.
Dia menjelaskan dampak tersebut dapat diketahui berdasarkan pengukuran suhu muka air laut yang menunjukkan indeksnya lebih rendah dari batas ambang La Nina.
"Pada September kemarin, indeks suhunya -0,8. Artinya, sudah lebih rendah dari batasnya. Batas kalau dibilang La Nina itu kalau 0,5. Dan terakhir pengukuran di akhir Oktober kemarin sudah -1,1. Jadi, sudah La Nina dengan intensitas menengah dan berat," kata Fachri.
BMKG pun, kata dia, mengimbau masyarakat dan pemerintah untuk lebih waspada terkait curah hujan yang cenderung tinggi pada tahun ini.
Fachri menyebut wilayah yang memiliki curah hujan tinggi mencakup Pulau Jawa, Kalimantan dan Sulawesi.
Meski Sumatera tidak terdampak La Nina, Fachri menegaskan Sumatera juga sudah memasuki musim penghujan.
"Bukan berarti Sumatera cuaca akan baik-baik saja. Walaupun tidak ada La Nina, Sumatera sudah musim hujan juga," tandasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunstyle.com dengan judul BMKG Sebut Fenomena La Nina di Indonesia Sebabkan Curah Hujan Tahun Ini Lebih Tinggi
(*)