Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Ramai Ditolak Banyak Pihak, Wajib Tahu Bedanya UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Ini!

None - Rabu, 07 Oktober 2020 | 20:15
Demo Buruh menentang Pengesahan RUU Cipta Kerja yang menuai kontroversi
Tribunnews

Demo Buruh menentang Pengesahan RUU Cipta Kerja yang menuai kontroversi

GridHype.ID - Pada Senin (5/10/2020) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang.

Sidang pengesahan itu dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, yakni dari hari Kamis (8/10/2020) menjadi Senin (5/10/2020).

Pengesahan ini menimbulkan banyak protes penolakan.

Bahkan sejak masih dalam bentuk rancangan UU Cipta Kerja yang termasuk dalam konsep hukum perundang-undangan, omnibus law ini menuai protes dan penolakan dari berbagai elemen masyarakat karena dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.

Baca Juga: Hasil Penelitian Ungkap Golongan Darah ini Rentan Terkena Serangan Jantung

UU Cipta Kerja juga mengubah sejumlah pasal dan poin dari UU Ketenagakerjaan yang selama ini menjadi acuan bagi para pekerja dan perusahaan.

Kira-kira apa saja ya girls, poin yang berbeda dari UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan?

Kontrak Tanpa Batas (Pasal 59)

UU Cipta Kerja menghapus aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Pasal 59 ayat (4) UU Cipta Kerja menyebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan, jangka waktu dan batas waktu perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Sebelumnya, pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan mengatur PKWT dapat diadakan paling lama dua tahun dan hanya boleh diperpanjang satu kali untuk jangka waktu paling lama satu tahun.

Ketentuan baru ini berpotensi memberikan kekuasaan dan keleluasaan bagi pengusaha untuk mempertahankan status pekerja kontrak tanpa batas.

Pemangkasan Hari Libur (Pasal 79)

Hak pekerja mendapatkan hari libur dua hari dalam satu pekan yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan juga dipangkas dalam aturan terbaru UU Cipta Kerja.

Baca Juga: Mengaku Telah Tiduri 3.000 Wanita, Playboy Tua yang Gila Seks ini Rela Berikan Uang Rp1,7 Miliar Bagi Saiapa Saja yang Bisa Buat Dirinya Mati Karena Seks

Pasal 79 ayat (2) huruf (b) UU Cipta Kerja mengatur, pekerja wajib diberikan waktu istirahat mingguan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu pekan.

Selain itu, Pasal 79 juga menghapus kewajiban perusahaan memberikan istirahat panjang dua bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut dan berlaku tiap kelipatan masa kerja enam tahun.

Pasal 79 ayat (3) hanya mengatur pemberian cuti tahunan paling sedikit 12 hari kerja setelah pekerja/buruh bekerja selama 12 bulan secara terus-menerus.

Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang mengelar aksi demontrasi di depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (23/9/2019). Massa aksi menuntut DPR RI mencabut Draf RUU KHUP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan menuntut presiden mengeluarkan perppu pencabutan UU KPK dan Sum
SURYA.co.id/Hayu Yudha Prabowo

Ribuan mahasiswa dari berbagai kampus di Malang mengelar aksi demontrasi di depan Gedung DPRD Kota Malang, Senin (23/9/2019). Massa aksi menuntut DPR RI mencabut Draf RUU KHUP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan menuntut presiden mengeluarkan perppu pencabutan UU KPK dan Sum

Pasal 79 Ayat (4) menyatakan, pelaksanaan cuti tahunan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Kemudian Pasal 79 ayat (5) menyebut, perusahaan tertentu dapat memberikan istirahat panjang yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Perubahan Aturan Pengupahan (Pasal 88)

UU Cipta Kerja mengubah kebijakan terkait pengupahan pekerja.

Baca Juga: BLT Subsidi Gaji Tahap Lima Ditransfer Hari ini, Sebanyak 618.588 Pekerja Akan Menerimanya

Pasal 88 ayat (3) yang tercantum pada dalam Bab Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja hanya menyebut tujuh kebijakan pengupahan yang sebelumnya ada 11 dalam UU Ketenagakerjaan.

Tujuh kebijakan itu yakni upah minimum; struktur dan skala upah; upah kerja lembur; upah tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan tertentu; bentuk dan cara pembayaran upah; hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah; dan upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya.

Beberapa kebijakan terkait pengupahan yang dihilangkan melalui UU Cipta Kerja tersebut, antara lain upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya, upah untuk pembayaran pesangon, serta upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

Pasal 88 Ayat (4) kemudian menyatakan, "Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dengan Peraturan Pemerintah."

Penghapusan Sanksi Tidak Bayar Upah (Pasal 91)

Aturan mengenai sanksi bagi pengusaha yang enggak membayarkan upah sesuai ketentuan dihapus lewat UU Cipta Kerja.

Pasal 91 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur pengupahan yang ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh enggak boleh lebih rendah dari ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Baca Juga: Tak Ingin Kalah Saing, Trump Ngotot Akan Lanjutkan Debat Capres Kedua Meski Masih Dirawat

Kemudian Pasal 91 ayat (2) menyatakan, dalam hal kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/buruh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Selain tercantum pada Pasal 91, aturan soal larangan membayarkan besaran upah di bawah ketentuan juga dijelaskan pada Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Namun dalam UU Cipta Kerja, ketentuan dua pasal di UU Ketenagakerjaan itu dihapuskan seluruhnya.

Penghapusan Hak Permohonan PHK (Pasal 169)

UU Cipta Kerja menghapus hak pekerja atau buruh mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika merasa dirugikan oleh perusahaan.

Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menyatakan, pekerja atau buruh dapat mengajukan PHK kepada lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial jika perusahaan, di antaranya menganiaya, menghina secara kasar, atau mengancam.

Pengajuan PHK juga bisa dilakukan jika perusahaan enggak membayar upah tepat waktu selama tiga bulan berturut-turut atau lebih.

Baca Juga: Jerawat Muncul Gara-gara Tiap Hari Pakai Masker? Ini 4 Tips yang Bisa Jadi Solusi, Jangan Lepas Maskernya ya!

Ketentuan itu diikuti ayat (2) yang menyatakan pekerja akan mendapatkan uang pesangon dua kali, uang penghargaan masa kerja satu kali, dan uang penggantian hak sebagaimana diatur dalam Pasal 156.

Namun, Pasal 169 ayat (3) menyebut, jika perusahaan enggak terbukti melakukan perbuatan seperti yang diadukan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka hak tersebut enggak akan didapatkan pekerja.

Sedangkan dalam UU Cipta Kerja, seluruh poin dari Pasal 169 ini dihapus.

(*)

Artikel ini telah tayang di Cewek Bnaget dengan judul Remaja Wajib Tahu Bedanya UU Cipta Kerja dan UU Ketenagakerjaan Ini!

Source : cewekbanget.grid.id

Editor : Hype

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x