"Kami sudah ngotot, tapi kami tidak bisa memaksa, wewenang dari dia [kapten kapal] semua," kata NA, salah satu ABK kapal Long Xing 629 kepada BBC News Indonesia, Kamis (7/5/2020).
Baca Juga: Miris! Jasad ABK Asal Enrekang yang Meninggal 4 Bulan Lalu Ini Dibuang ke Laut Oleh Kapal China
"Mereka beralasan, kalau mayat dibawa ke daratan, semua negara akan menolaknya," tambah NA.
Rekan NA, MY menyebut mereka hanya ingin menguburkan teman mereka dengan layak.
"(Akhirnya) Kami mandikan, shalati dan baru 'dibuang'," sebut MY.
Koordinator ILO Asia Tenggara untuk Proyek Perikanan, Abdul Hakim mengatakan proses pelarungan atau sea burial diatur dalam ILO Seafarers Regulation.
Aturan itu memperbolehkan kapten kapal memutuskan untuk melarung jenazah dalam beberapa kondisi.
Di antaranya, jenazah meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah, sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.
Selain pengalaman tak terlupakan melarung jenazah teman, para ABK juga mengklaim mereka mengalami eksploitasi, mulai dari jam kerja yang panjang dengan waktu istirahat minim, hingga perbedaan makanan dan minuman dengan awak kapal China.
Baca Juga: 3 ABK Diduga Terinfeksi Virus Corona, Penumpang KM Lambelu Ketakutan hingga Nekat Lompat ke Laut
"Kami bekerja lebih dari 18 jam sehari, mulai jam 11 siang sampai jam 4 dan 5 pagi. Waktu istirahat makan hanya 10-15 menit," ujar awak kapal Indonesia lainnya.