Baca Juga: Baru Lima Menit Belanja di Supermarket, Pria Ini Pulang Bawa Virus Corona untuk Keluarganya
"Ada yang salah dengan situasi saat ini karena tingkat polusi dan emisi global yang menurun, bukan karena kebijakan tertentu, tapi karena industri berhenti beroperasi akibat wabah COVID-19," ungkapnya.
Tak dapat dipungkiri, Tyas sebagai pegiat lingkungan, awalnya melihat sisi positif dari pandemi COVID-19.
Namun, setelah melihat dampaknya secara luas, hal ini justru membuatnya khawatir.
"Banyak manusia kehilangan nyawa dan ekonomi kita pun amat terpengaruh. Kita pasti ingin lingkungan lebih baik, tapi juga ingin beraktivitas dengan normal. Butuh supporting policy untuk mengatasi masalah iklim, bukan karena wabah yang mengorbankan nyawa manusia dan disertai dengan krisis ekonomi," paparnya.
Tyas menambahkan, situasi yang terjadi saat ini mungkin bisa dijadikan pelajaran.
Bahwasanya, jika kita mampu menjaga Bumi dan tidak serakah, maka alam pun akan memberikan hasil yang baik, seperti udara segar misalnya.
Kondisi Bumi yang sedang memulihkan dirinya sendiri ini, menurut Tyas, bisa menjadi waktu yang tepat bagi kita untuk melakukan restart button.
"Kita bisa mulai menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. Saat ini, ketika banyak melakukan aktivitas di rumah, maka bisa dimanfaatkan untuk belajar memilah sampah sendiri di rumah dan membuat kompos. Mungkin saja, setelah pandemi berakhir, muncul kesadaran pada setiap individu untuk lebih menjaga alam," paparnya.
Meski begitu, tak dapat dipungkiri, ada ketakutan mengenai kondisi Bumi yang akan kembali seperti sebelum wabah terjadi.