Orang yang terkena penyakit ini biasanya karena digigit tikus yang membawa bakteri Yersinia pestis.
Selain itu hewan yang terinfeksi seperti anjing dan kucing juga bisa menginfeksi pemiliknya.
Bakteri ini bertahan karena tingkat rendah beredar di antara populasi tikus tertentu.
Hewan yang terinfeksi berfungsu sebagai reservoir jangka panjang bagi bakteri.
Saat ini tak ada vaksin yang bisa melawan wabah ini, tapi antibiotik modern dapat mencegah komplikasi dan kematian jika diberikan secara tepat.
Baca Juga: Jaga Sistem Kekebalan Tubuh Untuk Cegah Virus Corona dengan Mengkonsumsi 6 Makanan Berikut ini
Selama wabah itu menyerang, sejumlah besar mayat perlu diproses, dan banyak mayat ditangani oleh dokter.
Ketika itu, orang tidak tahu bahwa wabah itu disebabkan oleh infeksi bakteri, tetapi mereka harus melakukan perlindungan dasar untuk mengisolasi mayat dari pembusukan.
Untuk mencegah bau busuk umumnya menggunakan penutup dari linen atau katun untuk menutupi hidung dan mulut.
Mirip dengan prototipe masker masa kini, tetapi dapat dibayangkan bahwa efek perlindungannya minimal.
Pada abad ke-16, dokter Prancis Charles de Lorme (1584-1678), dokter Louis XIII, menemukan setelan dokter anti-infeksi, yang juga dikenal sebagai "jas paruh" untuk para dokter wabah.
Jas paruh itu mencakup topi, topeng berbentuk paruh, dan jubah yang hampir bisa menutupi seluruh tubuh.