Penyakit Alzheimer dini, yang terjadi pada usia di bawah 65 tahun, menyumbang sekitar 5-10 persen dari semua kasus.
Penyebab Alzheimer di usia muda, dengan gejala yang dimulai sebelum usia 30 tahun, hampir selalu terjadi karena adanya mutasi genetik.
Akan tetapi pada kasus ini, tim medis sudah mengetahui bahwa mutasi genetik tidak mungkin menjadi penyebabnya.
Para peneliti melakukan pengurutan seluruh genom, memastikan bahwa tidak ada bukti mutasi genetik apa pun yang dapat menjelaskan gejala pasien pada usia yang begitu muda.
Tes kognitif, di mana pasien Alzheimer ini harus mendengarkan dan mengulangi serangkaian kata setelah jeda singkat atau lama, menemukan bahwa ingatannya "sangat terganggu".
Pencitraan otak menunjukkan perubahan pada hipokampus dan lobus temporal, dan sampel cairan serebrospinal (CSF) pasien mengalami peningkatan kadar biomarker yang terkait dengan penyakit Alzheimer.
Satu hal yang tidak ditemukan dalam tes adalah plak karakteristik protein amiloid-β dan kusut protein tau yang merupakan ciri khas penyakit Alzheimer di otak.
Para petugas medis mendiskusikan mengapa hal ini terjadi, menunjukkan bahwa usia pasien mungkin telah melindunginya dari penumpukan protein patologis atau yang disebut dengan tau, yakni kumpulan serat yang berbelit yang terdiri dari protein.
“Karena pasien masih sangat muda, metabolismenya yang cepat mungkin mengganggu produksi [amyloid-β], yang mengakibatkan dalam deposisi amiloid yang lebih sedikit di otak,” tulis peneliti.
Tes juga menunjukkan fakta bahwa peningkatan tau di CSF yang memang dimiliki pasien cenderung mendahului pembentukan tau kusut di otak.
Keterbatasan lain dari tes adalah bahwa tim medis menganggap pasien terlalu muda untuk menjalani biopsi otak, karena sifat prosedur yang invasif dan risiko efek samping yang serius.
Berhubung tidak dapat dilakukan, perlu untuk memetakan perkembangan penyakit pasien dalam jangka panjang.