Sumber mengatakan Beijing sering memperdagangkan investasi di negara-negara tersebut untuk mendapatkan suara di forum global seperti PBB karena mereka akan melakukan "apa pun yang mereka bisa" untuk menghindari kehilangan aset atau pukulan finansial lebih lanjut.
Catatan di PBB menunjukkan bahwa banyak negara yang menerima uang tunai China dalam jumlah besar akan mendukung Beijing dalam pemungutan suara yang seringkali kontroversial.
China telah muncul dalam dekade terakhir sebagai kreditur internasional non-komersial terbesar di dunia.
Bank-bank milik negaranya meminjamkan lebih banyak ke negara-negara berkembang daripada Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia.
"Jelas bahwa China memperdagangkan investasi untuk beberapa bentuk pengaruh strategis, apakah itu penolakan untuk mengkritik hak asasi manusia atau mendukung Beijing atas Taipei [ibukota Taiwan]," kata Julia Pamilih, dari China Research Group.
Dengan kondisi yang demikian, Inggris dan Barat dituntut untuk menyeimbangkan 'persaingan'.
“Solusinya adalah agar Inggris dan Barat bekerja sama untuk memberikan alternatif kompetitif untuk pembiayaan infrastruktur, yang saat ini mereka lakukan melalui G7 Build Back Better World oleh China yang memobilisasi pembiayaan sektor swasta.
"Tetapi akan sulit untuk bersaing dengan model China," katanya.
Angka yang dikumpulkan oleh Universitas Johns Hopkins di AS menunjukkan China telah meminjamkan Angola US$42 miliar, Ethiopia $13.7bn, Zambia $9.9bn, Kenya $9bn dan Nigeria $7.2bn.
Angka terpisah menunjukkan investasi China di Laos, Sierra Leone dan Guinea lebih besar dari Produk Domestik Bruto mereka.
Penelitian oleh American Enterprise Institute mengungkapkan Beijing telah menginvestasikan £28 miliar di Laos selama 15 tahun terakhir.