Sebagian besar uang minyak telah membayar perusahaan asing untuk membangun proyek infrastruktur besar, tetapi kehidupan pedesaan, mayoritas pertanian hampir tidak membaik.
Hanya sebagian kecil dari pendapatan minyak bumi yang telah digunakan untuk mendukung kehidupan masyarakat dan produktivitas masa depan.
Kondisi ini sedikit lebih baik daripada tahun 1990-an, tahun-tahun terakhir pendudukan militer Indonesia.
Diketahui kini kebanyakanmasyarakat Timor Leste bertahan hidup dengan pertanian subsisten, sementara pekerjaan sektor swasta telah menurun sejak tahun 2014.
Diversifikasi ekonomi, meskipun sering dibahas, belum terjadi.
Pembuat kebijakan masih mengacu pada Rencana Pembangunan Strategis 2011 yang tidak realistis dan ketinggalan jaman.
Tak hanya masyarakat biasa, ternyatasebagian besar pejabat pemerintah, telah menginternalisasi ketergantungan pada minyak dan gas yang telah mendominasiTimor Leste.
Kini rakyatTimor Lestepunmerasa sulit untuk membayangkan ekonomi pasca-minyak, atau untuk memulai pekerjaan yang menantang guna memperkuat pangan lokal dan produksi lainnya.
Mereka menghindari pertanyaan-pertanyaan yang tidak mengenakkan, seperti bagaimana orang akan makan ketika uang minyak untuk membayar makanan dari luar negeri habis.
Urgensi perubahan visi dan kebijakan tidak bisa dihindari.
Meskipun para pemimpin saat ini masih menyangkal dan tidak mengatasi tantangan yang sulit ini, generasi pemimpin politik yang baru akan datang.