Follow Us

facebookinstagramyoutube_channeltwitter

Angka Kasus Covid-19 di Indonesia Menurun Meski Dibayang-bayangi Gelombang Ketiga, WHO dan UNICEF Minta Indonesia Segera Buka Sekolah untuk Pembelajaran Tatap Muka

Nabila Nurul Chasanati - Kamis, 23 September 2021 | 15:30
 Dok. Simulasi belajar tatap muka di SMP 17 Agustus 1945 Surabaya, Senin (07/12/2020).
Sonora Surabaya/Budi Santoso

Dok. Simulasi belajar tatap muka di SMP 17 Agustus 1945 Surabaya, Senin (07/12/2020).

GridHype.ID - Angka kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami penurunan.

Bahkan wilayah Indonesia pun bebas dari zona merah pada 19 September 2021.

Kendati demikian, masyarakat tetap diminta untuk menjalankan protokol kesehatan.

Pasalnya, ancaman akan datangnya pandemi Covid-19 gelombang ketiga bak sudah di depan mata.

Dikutip dari Kontan.co.id, berdasarkan data Satgas Covid-19 di Covid19.go.id, zona merah corona di Indonesia per 19 September 2021 sudah nol.

Pekan sebelumnya, yakni per 12 September 2021 masih ada satu daerah zona merah corona, yakni di Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh.

Indonesia terlepas dari zona merah corona karena penularan Covid-19 terus berkurang.

Melansir data Satgas Covid-19, hingga Rabu (20/9) ada tambahan 2.720 kasus baru yang terinfeksi corona di Indonesia.

Sehingga total menjadi 4.198.678 kasus positif Corona.

Baca Juga: Padahal Baru Bisa Bernapas Lega Kasus Covid-19 Melandai, Indonesia Diperingatkan Soal Gelombang Ketiga yang Kini Terjang Amerika Serikat dan Negara Eropa

Sementara itu, jumlah yang sembuh dari kasus Corona bertambah 5.356 orang sehingga menjadi sebanyak 4.008.062 orang.

Melihat kondisi Covid-19 di Indonesia yang menurun, WHO dan UNICEF mendesak Indonesia segera membuka sekolah.

Dilansir dari Kompas.com, kita semua tahu pandemi Covid-19 memang membuat semua kegiatan sosial tutup total.

Mulai dari kegiatan rutin pemerintahan sampai dengan meminta anak-anak sekolah melalui pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Bahkan sudah hampir 2 tahun, sejak pandemi Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia awal Maret 2020 anak-anak Indonesia tidak bisa bersekolah seperti biasanya.

Hal ini untuk mencegah penularan wabah Covid-19 dan mencegah terjadinya klaster baru.

Tapi baru-baru ini WHO dan UNICEF mendesak Indonesia untuk segera melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah.

Bahkan di daerah dengan tingkat Covid-19 yang tinggi, WHO merekomendasikan agar sekolah tetap dibuka kembali.

Rekomendasi tersebut keluar setelah selama 18 bulan sekolah di Indonesia memberlakukan pembelajaran jarak jauh.

Baca Juga: Kasus Covid-19 Menurun dan Kinerja Pemerintah Dipuji oleh WHO, Menkes Budi Ambil Langkah Mengejutkan Sebut Indonesia Siap Dijadikan Pusat Global Pembuatan Vaksin

Adapun pembukaan sekolah harus dilakukan secara aman mengingat adanya penularan varian delta yang tinggi.

Pembukaan sekolah harus dilakukan dengan langkah-langkah untuk meminimalkan virus, seperti menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat di antaranya menjaga jarak fisik setidaknya satu meter, dan mencuci tangan dengan sabun secara teratur.

"Jadi, penting bahwa ketika kami membuka sekolah, kami juga mengendalikan penularan di komunitas-komunitas itu," ujar Dr Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia dalam keterangan tertulis sebagaimana disampaikan dalam laman resmi WHO, (16/09).

WHO juga menyebut dengan protokol keamanan yang ketat, sekolah dapat menjadi lingkungan yang lebih aman bagi anak-anak daripada di luar sekolah.

Dalam keterangannya, WHO juga menyampaikan, penutupan sekolah berdampak tidak hanya pada pembelajaran siswa.

Tetapi juga pada kesehatan dan kesejahteraan di tahap perkembangan kritis anak yang dapat menimbulkan efek jangka panjang.

Selain itu, anak-anak yang tidak bersekolah juga menghadapi risiko eksploitasi tambahan termasuk kekerasan fisik, emosional dan seksual.

Dalam keterangan tersebut, WHO maupun UNICEF juga menyoroti peningkatan pernikahan anak, dan kekerasan anak yang menunjukkan tingkat mengkhawatirkan.

Peradilan agama mencatat kenaikan tiga kali lipat permintaan dispensasi perkawinan, dari 23.126 pada 2019 menjadi 64.211 pada 2020.

Baca Juga: FBI Sampai Kebakaran Jenggot, Hacker Asal Indonesia Gondol Bansos Covid-19 Sebesar 873 Miliar, Salah Satu Pelakunya Lulusan SMK

Sementara itu, perwakilan UNICEF Debora Comini menyampaikan, sekolah bagi anak-anak lebih dari sekedar ruang kelas.

Sekolah memberikan pembelajaran, persahabatan, keamanan dan lingkungan yang sehat. Menurutnya, semakin lama anak-anak tidak bersekolah, maka mereka tak lagi mendapatkan hal tersebut.

"Ketika pembatasan Covid-19 dilonggarkan, kita harus memprioritaskan pembukaan kembali sekolah yang aman sehingga jutaan siswa tidak menderita kerusakan seumur hidup pada pembelajaran dan potensi mereka," kata dia.

Ia mengingatkan, ketika pembukaan sekolah dilakukan, maka sekolah harus memberikan respons pemulihan yang tepat guna meminimalkan dampak penutupan sekolah jangka panjang pada kehidupan anak-anak yang terjadi selama ini.

UNICEF menyerukan mengenai tiga prioritas utama yang harus dilakukan sekolah terkait pemulihan tersebut, yakni:

1. Program yang ditargetkan untuk membawa semua anak dan remaja kembali ke sekolah dengan aman di mana mereka dapat mengakses layanan untuk memenuhi pembelajaran individu, kesehatan, kesejahteraan psikososial, dan kebutuhan lainnya.

2. Membuat rencana penyegaran kembali pembelajaran atau remedial untuk membantu siswa mengejar pembelajaran yang hilang sambil tetap melanjutkan materi akademik baru.

3. Dukungan bagi guru untuk mengatasi kehilangan pembelajaran, termasuk melalui teknologi digital.

UNICEF juga menyoroti, pada masa anak-anak tidak bersekolah dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) diberlakukan, banyak anak menghadapi kendala dalam pendidikannya.

Baca Juga: Disebut Sebagai Vaksin Paling Ampuh, Moderna Justru Kombinasikan Vaksin Covid-19 dengan Vaksin Flu, Kenapa?

Sebuah survei yang dilakukan pada kuartal 2020 di 34 provinsi dan 247 kabupaten menunjukkan bahwa lebih dari setengah (57,3 persen) kendala internet yang memadai sulit didapatkan.

Selain itu sekitar seperempat orang tua menyebut mereka kekurangan waktu dan kapasitas untuk mendukung anak-anak melakukan PJJ.

Adapun hampir tiga dari empat mengaku khawatir ketinggalan pembelajaran.

Baca Juga: Jangan Sampai Kecolongan, Indonesia Harus Tetap Waspada, Muncul Varian Baru Covid-19 yang Disebut-sebut Tahan Terhadap Vaksin

(*)

Source :Kompas.comKontan.co.id

Editor : Hype

Baca Lainnya





PROMOTED CONTENT

Latest

Popular

Tag Popular

x