Ia menjelaskan, sebagai umat muslim, harus diketahui bahwa tujuan utama menjalankan ibadah puasa adalah untuk meningkatkan ketaqwaan.
Oleh sebab itu, semua perbuatan bisa dilihat dari niat seseorang yang melakukan perbuatannya.
Secara prinsip, yang membatalkan puasa adalah masuknya minuman atau barang kedalam lubang seperti mulut, hidung atau telinga.
Dijelaskannya, ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa mencicipi masakan tidak membatalkan puasa selama tidak masuk ke kerongkongan.
“Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari)
Dalam konteks tersebut diartikan bahwasanya mencicipi atau menghirup aroma makanan, tidak membatalkan puasa selama makanan tidak masuk ke kerongkongan.
Dengan begitu, seorang yang mencicip makanan hendaknya cukup mengecap lalu mengeluarkan kembali dari mulut.
Perlu diingat, dalam mencicipi masakan tersebut haruslah benar-benar didasarkan atas kebutuhan untuk menjamin kualitas makanan atau masakan.
"Kita harus kembali pada niat yang awal, bahwasanya selama mencium atau mencicipi makanan didasarkan kebutuhkan kita untuk memastikan makanan kita lezat."
"Makanan kita sesuai dengan standar, tidak terlalu asin tidak telalu manis, dan memang layak untuk disajakan untuk buka puasa, maka diperbolehkan selama memang tidak ada niat apapun untuk membatalakan puasa" terangnya.