"Akhirnya kami larikan ke IGD RS terdekat di Pondok Labu Jaksel."
"Dokter tak mau merawat inap, meminta kami kembali lagi besoknya untuk periksa ke poli saraf," kisahnya.
Kemudian, hasil tes darah normal dan CT Scan pun tidak memperlihatkan adanya permasalahan di otaknya.
Akhirnya, dokter saraf RS itu merujuk Fabyan ke RS PON.Dokter di RS PON mendiagnosa Fabyan mengalami stroke.
"Kasus langka, tapi katanya memang pernah ada kejadian pada remaja. Namun dokter juga belum menemukan penyebabnya, karena hasil cek lab ulang terlihat normal, begitupun CT Scan," ungkapnya.
Hingga 5 hari dirawat di RS PON, kondisi Fabyan semakin memburuk.
Bahkan, dia sama sekali sudah tidak bangun dari tidurnya dan tidak bisa lagi merespons maupun berkomunikasi.
Hingga akhirnya Fabyan menjalani tes thorax karena saat itu ia mulai batuk-batuk, suhu tubuh tinggi, dan kejang-kejang.
"Hasil tes thorax, Fabyan terindikasi terpapar (Covid-19)," kata ayah Fabyan.
"Dia harus pindah ke ruang isolasi di lantai khusus pasien Covid dan diambil sampel tes swab keesokan paginya."
"Dengan berat hati, saya harus menandatangani protokol Covid, diantaranya biaya perawatan diambil alih pemerintah dan jika dia meninggal dunia harus menjalani proses pemulasaran jenasah hingga pemakaman sesuai protokol covid. Saya tidak punya pilihan lain," sambungnya.