Para wanita itu akan dibawa untuk disetubuhi ramai-ramai dan itu dianggap mencoreng harga diri seorang wanita.
Maka, untuk menjaga kehormatannya, mereka secara sukarela memilih untuk bunuh diri dan membakar dirinya hidup-hidup.
Lambat laun, tradisi ini mulai pudar seiring perkembangan zaman.
Namun tekanan sosial bagi para wanita yang ditinggal mati suaminya ini begitu besar sehingga mereka dari sukarela menjadi dipaksa melakukan pati obong.
Bahkan kadang jika wanita itu tidak mau membakar dirinya, anggota badan si wanita akan dipatahkan supaya tidak kabur.
Kadang-kadang, para wanita akan melarikan diri dan berguling keluar dari tumpukan kayu bakar, namun didorong kembali dengan tongkat bambu ke dalam kobaran api.
Salah satu cerita terkenal mengenai pati obong ini adalah Angling Dharma dan istrinya, Setyawati.
Setyawati merasa tersinggung dengan tingkah suaminya dan meragukan kasih sayang dari Angling Dharma.
Menurut Setyawati, melakukan pati obong akan mengembalikan kehormatan dan harga dirinya.