Laporan Wartawan GridHype.ID, Ruhil I. Yumna
GridHype.ID- Beberapa waktu lalu sempat viral unggahan di facebook yang menyebutkan bahwa tempe berwarna kuning lebih baik daripada tempe kedelai berwarna putih.
Berdasakan unggahan itu disebutkan bahwa tempe dengan kedelai berwarna putih merupakan kedelai GMO (Genetically Modified Organism) atau transgenik.
Bahkan unggahan itu menyatakan kandungan yang terdapat pada tempe kedelai putih dapat menimbulkan penyakit tertentu.
Selain penjelasan mengenai argumen itu, unggahan itu juga dilengkapi dengan foto tempe dengan kedelai putih dan kedelai kuning.
Pertanyaan barupun muncul apakah benar argumen yang disampaikan oleh unggahan itu.
Berikut penjelan para ahli yang telah dihimpun oleh GridHype.ID dari Kompas.com.
Tanggapan ahli
Peneliti Kedelai Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Atris Suyantohadi mengatakan, di Indonesia memang terdapat kedelai lokal dan kedelai impor.
"Kedelai lokal Indonesia yang ditanam petani itu rata-rata kedelai yang berwarna kuning.
Tapi ada juga kedelai hitam yang sering dipakai untuk kecap," kata Atris saat dihubungi Kompas.com, Kamis (5/12/2019) seperti yang telah dikutip oleh Gridhype.ID.
Atris juga menjabarkan jika produksi tempe di Indonesia juga menggunakan kedelai lokal dan impor.
Menurutnya, kedelai lokal tak selalu berwarna kuning.
"Kalau menggunakan kedelai lokal, kedelai varietas kuning diolah menjadi tempe bisa jadi warnanya hampir sama.
Tapi, tidak terus menunjukkan kedelai lokal warnanya kuning, kedelai impor warnanya putih. Tidak," ujar Atris.
Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan oleh Atris, diketahui bahwa kedelai lokal tak mengalami modifikasi rekayasa genetik.
Sedangkan untuk kedelai impor terdiri dari dua jenis, yaitu non-modifikasi rekayasa genetik (murni) dan kedelai transgenik atau mengalami modifikasi rekayasa genetik.
"Dari sisi harga, dua jenis kedelai ini beda. Kedelai transgenik lebih murah dibandingkan kedelai non-transgenik," kata Atris.
Harga yang murah menjadi alasan, kedelai transgenik diimpor ke Indonesia.
Sementara, kedelai non-transgenik diimpor perusahaan-perusahaan tertentu yang berfokus menggunakan bahan organik.
Membedakan kedelai lokal dan impor
Untuk tampilan luarnya menurut Atris kedelai lokal dan impor sulit dibedakan.
Perbedaan yang kentara justru ada pada rasanya, kedelai lokal dan impor dapat dibedakan dari segi rasa.
"Sisi rasa bisa untuk parameter membedakanya.
Tempe kedelai lokal terasa lebih kuat rasa kedelainya, lebih gurih rasa kedelainya dan juga lebih fresh," papar Atris.
"Jika dari penampakan, agak sulit untuk membedakan tempe kedelai lokal atau tempe kedelai impor.
Kecuali yang terlatih.jika ingin kepastian lebih detail, dengan uji laboratorium," lanjut dia.
Petani kedelai lokal sendiri masih terus memproduksi kedelai lokal, sayang kedelai impor lebih mendominasi di pasar Indonesia.
Mengenai masalah kedelai transgenik yang bisa menimbulkan penyakit, Atris belum menemukan kasusnya.
Namun perlu diperhatikan juga jika produk transgenik atau yang mengalami rekayasa unsur pangan dalam jangka waktu panjang dapat memicu munculnya penyakit seperti tumor, miyom, dan kanker.
"Mungkin bukan transgenik semata, tapi bisa sebagai memicu," kata dia.
Maka dari itu konsumsi tempe dengan bahan kedelai lokal diklaim lebih baik.
Selain mendukung petani lokal hal ini juga dirasa lebih aman bagi kesehatan.
Pelabelan pangan
Rupanya pemerintah sendiri telah mengatur produsen untuk memberikan label bagi pangan yang dihasilkan dari rekayasa genetika.
Peraturan itu tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Pada pasal 35 PP Nomor 69 Tahun 1999 ini berbunyi:
1. Pada Label untuk pangan hasil rekayasa genetika wajib dicantumkan tulisan "PANGAN REKAYASA GENETIKA".
2. Dalam hal pangan hasil rekayasa genetika sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan bahan yang digunakan dalan suatu produk pangan, pada label cukup dicantumkan keterangan tentang pangan rekayasa genetika pada bahan yang merupakan pangan hasil rekayasa genetika tersebut saja.
3. Selain pencantuman tulisan sebagaimana dimaksud ayat (1), pada Label dapat dicantumkan logo khusus pangan hasil rekayasa genetika.
(*)