Indikator ini didasarkan pada hal yang berpengaruh bagi mereka yang miskin dan tidak.
Tujuh indikator yang dicatat para peneliti yakni kemampuan kognitif dan matematika, lama bersekolah, kapasitas paru-paru, informasi tentang bagaimana mereka mendapat pekerjaan, dan kesehatan mental.
"Contoh, karena miskin, maka tidak sehat. Jadi, pada saat dewasa sakit-sakitan, dan akhirnya tidak bisa sukses di dunia kerja," kata salah satu penelitinya, Daniel Suryadarma kepada Kompas.com, Rabu (14/11/2019).
Saat penelitian itu dilakukan peneliti justru menemukan bahwa tidak ada satu pun dari tujuh indikator yang bisa mengindikasikan anak akan tetap miskin setelah dewasa.
"Jadi, ada mediator lain yang tidak ada di data yang menjelaskan hubungan antara kemiskinan saat kecil dan pendapatan saat dewasa," ujar Daniel.
Baca Juga: Dipercaya Sejak Dulu, Jika Ayam Jago Berkokok Pada Malam Hari Pertanda Akan Terjadi ini Esok Harinya
Daniel dan teman-teman penelitinya belum dapat memastikan apa yang membuat seseorang sulit terlepas dari jerat kemiskinan saat mereka dewasa.
Hal yang bisa dipastikan adalah anak-anak miskin ini punya selisih pendapat hingga 91 persen dibanding mereka yang kecilnya tidak pernah miskin.
Sebuah hal lain yang lebih mengejutkan juga ikut ditemukan.
Mereka yang paling terpuruk justru berasal dari kelompok kedua termiskin bukannya yang berada di paling bawah.
Aneh bukan? kenapa justru bukan yang termiskin?
Menurut penjelasan Daniel hal tersebut karena mereka yang ada di kelompok kedua termiskin sering mengalami naik-turun status.