Dan hal ini tidak hanya terbatas pada orang yang mengalami gangguan kecemasan saja melainkan ada kemungkinan terjadi terhadap orang pada umumnya.
Hal tersebut ditunjukkan oleh sebuah studi pada tahun 2015 yang diterbitkan di International Journal of Psychophysiology yang menemukan bahwa orang tanpa gangguan kecemasan yang diperlihatkan rangsangan rasa takut yang sama di siang hari dan malam hari menunjukkan respon ketakutan yang meningkat di malam hari.
Tetapi bagi orang yang mengalami stres atau kecemasan kronos, faktor lain mungkin memengaruhi mengapa kecemasan menjadi lebih buruk di malam hari.
"Umumnya, saat kita mengalami stres atau merasakan ancaman, tubuh memproduksi adrenalin dan kortisol yang memungkinkan kita untuk fokus pada ancaman yang dirasakan," kata Chamorro.
"Begitu ancaman berlalu, kadar kortisol dan adrenalin akan kembali normal. Namun, ketika orang mengalami stres ataukecemasankronis, kortisol dapat tetap meningkat," jelasnya.
Kortisol, melatonin, dan hormon lain yang terkait dengan tidur umumnya diatur dalam siklus 24 jam yang dikenal sebagai ritme sirkadian.
Biasanya, kadar kortisol memuncak di pagi hari dan kemudian turun perlahan sepanjang hari, mencapai titik terendah di tengah malam.
Tetapi peningkatan kadar adrenalin pada siang hari hingga malam hari pada orang dengan kecemasan dapat membuat kadar kortisol tetap tinggi dan mengganggu saat hormon tidur lainnya dilepaskan. Pada akhirnya dapat mengacaukan tidur.
Meski begitu ada juga pemicu lain yang memperburuk kecemasan di malam hari.
Misalnya kafein dan juga perangkat elektronik. Sehingga lebih baik hindari minum kafein terlalu dekat dengan waktu tidur.
Artikel ini telah tayang dikompas.comdengan judulMengapa Rasa Cemas Bisa Lebih Buruk saat Malam Hari?