GridHype.ID - Heboh soal kasus KDRT yang menimpa Lesti Kejora masih menjadi perhatian publik.
Kondisi dari Lesti Kejora usai kasus KDRT tersebutpun langsung menjadi pertanyaan.
Seperti yang kita tahu, Lesti Kejora diketahui melaporkan sang suami, Rizky Billar ke pihak yang berwajib atas dugaan KDRT atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Laporan yang dilayangkan ke Polres Metro Jakarta Selatan itu teregister dengan nomor LP/B/2348/IX/2022/POLRES METRO JAKARTA SELATAN/POLDA METRO JAYA.
Menurut dokumen yang diterima Kompas.com, KDRT tersebut disebabkan karena Rizky Billar ketahuan selingkuh di belakang Lesti Kejora.
Dalam laporan tersebut, Lesti Kejora menjerat Rizky Billar dengan Pasal 44 Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT).
Pihak kepolisian pun telah menegaskan laporan tersebut kekerasan nyata bukan settingan.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Endra Zulpan memastikan bahwa tidak ada unsur rekayasa dalam kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dilaporkan pedangdut Lesti Kejora.
Zulpan memastikan bahwa peristiwa yang dialami Lesti itu benar-benar kekerasan nyata.
“Enggak ada, masa ada settingan itu. Kekerasan nyata. Bukti-buktinya (nanti) dari visum,” ujar Zulpan di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (30/9/2022).
Kondisi Lesti Kejora
Usai kabar KDRT terkuak ke publik, rupanya Lesti Kejora dilarikan ke rumah sakit.
Hal ini seperti yang diungkap sang kuasa hukum, Sandy Arifin.
Diungkap Sandy, sang pedangdut tengah menjalani perawatan di salah satu rumah sakit.
Penyanyi Lesti Kejora hampir dua hari terakhir ini menjalani perawatan di salah satu rumah sakit usai diduga mengalami KDRT dari suaminya, Rizky Billar.
"Nah, sekarang kami lebih fokus lagi untuk melihat keadaan Dede Lesti karena saya mendapatkan informasi, sekarang lagi dirawat di rumah sakit," ucap Sandy Arifin pada Jumat (30/9/2022).
"Kondisinya, justru saya ingin tahu hari ini. Kalau tadi malam dapat informasi dari pihak keluarga, masih dalam proses istirahat, sudah hampir dua hari ini," kata Sandy Arifin melanjutkan.
Mengenai apakah dugaan KDRT yang dialami Lesti Kejora baru pertama kali, Sandy Arifin mengaku tidak mengetahuinya.
"Saya belum mendalami sejauh itu, yang pasti malam itu, karena kejadiannya malam dan juga dadakan tiba-tiba saya datang ke sana, saya belum banyak interaksi bicara," ujar Sandy Arifin, dikutip dari Kompas.com.
Polisi Pastikan Kekerasan Nyata Bukan Settingan
Zulpan mengatakan, telah meminta Lesti Kejora untuk melakukan pemeriksaan medis untuk pembuatan visum et repertum. Namun, ia tak membeberkan apakah penyidik telah menerima hasilnya. Selanjutnya, Zulpan mengatakan, penyidik akan memeriksa kondisi psikologis Lesti Kejora di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Kami akan melakukan pemeriksaan psikologis terhadap korban, Lestiani atau Lesti Kejora di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A),” ujar Zulpan, dikutip dari Kompas.com.
Bila Jadi Korban KDRT Ini Yang Harus Dilakukan
Anggapan bahwa KDRT adalah aib kelurga yang harus ditutupi dari mata publik memang masih berlaku di masyarakat. Stigma ini pula yang menyulitkan penanganan kasus KDRT yang banyak dialami oleh perempuan.
Tidak banyak yang berani melaporkannya karena takut, malu, dicemooh publik dan dianggap membuka rahasia pasangan. Padahal kekerasan domestik yang terjadi ini akan semakin bertambah parah jika tidak segera dihentikan.
Belakangan sejumlah pihak gencar menyampaikan kampanye pentingnya memberikan reaksi yang tepat saat menjadi korban KDRT.
Komnas Perempuan menyatakan layanan bagi pengaduan dan penanganan korban KDRT dapat ditujukan kepada Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
Lembaga ini tersedia di semua provinsi dan bisa diakses oleh masyarakat untuk mendapatkan pertolongan.
P2TP2A ini berada langsung di bawah koordinasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa). Solusi yang diambil bisa dilakukan secara bertahap, paling akhir menyelesaikannya di ranah hukum.
Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sejak 16 tahun lalu. Aturan ini menjadi jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah KDRT, menindak pelaku, dan melindungi korban. Pelaku KDRT bisa mendapatkan hukuman penjara hingga 20 tahun lamanya sedangkan korban memiliki sejumlah hak untuk pulih dari trauma kekerasan yang dialaminya, dikutip dari Kompas.com.
(*)