GridHype.ID- Pandemi virus corona hingga saat ini masih menghantui masyarakat.
Sejak mewabah di Indonesia, aktivitas masyarakat pun jadi terbatas.
Banyak orang beropini bahwa virus corona disebabkan oleh perubahan iklim.
Menurut Inisiator Pandemic Talks, Firdza Radiany menilai akar masalah munculnya COVID-19 atau virus SARS-CoV-2 disebabkan oleh perubahan iklim, pemanasan global dan perubahan cuaca.
Bukan hanya COVID-19, Firdza mengkhawatirkan kedepannya akan muncul pandemi-pandemi lain yang disebabkan krisis iklim.
"Efek buruk dari krisis iklim lainnya adalah tentu saja polusi udara yang mana tidak semua orang paham akan isu ini," kata Firdza kepada tim Bicara Udara beberapa waktu lalu.
Firdza menambahkan bahwa polusi udara di Indonesia adalah yang terparah di Asia Tenggara.
Ibukota Jakarta bahkan delapan kali lebih buruk dari standar polusi udara yang ditetapkan World Health Organization (WHO).
"Bayangkan delapan kali lebih buruk. Itu misalkan ya kalau kita manusia berat manusia dewasa misalkan 60-70 kg, itu bisa berapa ratus kilo? Itu sebuah logika yang harus bisa dimasukkan ke masyarakat," ujarnya.
Rendahnya Kesadaran Masyarakat dan Edukasi Polusi Udara
Masalah polusi udara ini diperparah oleh fakta penduduk terbanyak sebuah negara yang menyangkal terjadinya perubahan iklim.
Berdasarkan Indonesia dan Penyangkalan Isu Iklim Survei YouGov tahun 2020 di mana sebanyak 21% responden masyarakat Indonesia merasa bahwa alam masih baik-baik saja dan tidak perlu khawatir terhadap kerusakan lingkungan.
Menurut Firdza, untuk membuat masyarakat sadar dan bergerak mengatasi krisis iklim ini tidak mudah karena sains adalah topik yang tidak populer di masyarakat, sehingga butuh tenaga ekstra untuk mengemasnya agar sains lebih menarik bagi masyarakat.
"Ketika orang awam melihat informasi krisis iklim di ponsel dan masyarakat mulai merasa informasi ini penting, akan terjadi penyebaran informasi di media sosial tentang topik penting ini, ujungnya bisa terjadi diskursus publik," ucap Firdza yang juga praktisi komunikasi ini.
Firdza berharap masyarakat tidak berhenti gelisah, tetap acuh, dan memperbanyak literasi akan krisis iklim ini.
"Kok Jabodetabek tambah panas, kalau hirup udara jadi gak enak? Jadi jangan berhenti gelisah, coba cari literasi yang membicarakan polusi udara," pungkasnya.