Kendati demikian, menurut ahli kesehatan dr Andreas Harry Lilisantoso, SpS (K) yang juga anggota Asosiasi Peneliti Alzheimer Internasional (AAICAD), Indonesia tidak perlu terlalu khawatir berlebihan menyikapi varian Omicron.
Pasalnya banyaknya sinar ultraviolet di negara seperti Indonesia menjadi salah satu keuntungan.
"Tidak usah khawatir, varian Omicron hanya ganas di negara yang ultraviolet (UV)-nya cuma dua UV, sedangkan di Indonesia rata-rata delapan UV," katanya di Jakarta, Senin (20/12), dikutip dari Republika (20/12/2021).
Andreas mengatakan bahwa di wilayah Provinsi Papua UV-nya malah mencapai 12 UV.
"Jadi, mana bisa hidup Omicron dalam kondisi UV yang tinggi seperti itu," kata sukarelawan yang terlibat dalam membantu menggalang bantuan nutrisi bagi tenaga kesehatan yang menangani Covid-19 itu.
Namun menurut ahli saraf lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair) ini, seperti sudah banyak disampaikan para epidemiolog, protokol kesehatan Covid-19 adalah suatu keniscayaan yang harus dipatuhi semua masyarakat.
"Karena, bagaimanapun juga kondisi saat ini masih pandemi, jadi protokol kesehatan tidak boleh kendor dan bahkan abai," kata Andreas Harry Lilisantoso.
Fakta Sinar UV dari LIPI
Kembali ke sinar UV yang disebutkan di atas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Maret 2021 menyimpulkan memang benar Sinar Far Ultraviolet-C (UVC) dapat membunuh virus corona penyebab Covid-19.
Sinar UV tersebut diyakini dapat menghambat penyebaran virus tersebut di udara dan permukaan benda, namun tetap aman bagi manusia.
"Dengan adanya paparan sinar Far UVC akan menghambat penyebaran virus Covid-19, baik di permukaan benda atau di udara dan lebih aman tehadap kulit dan mata dibanding sinar UVC lainnya, yaitu dengan panjang gelombang 254 nanometer," kata Ketua Tim Periset Bilik Sterilisasi menggunakan lampu Far UVC dari LIPI Dr Yusuf Nur Wijayanto.