Sebab dengan KTP, kata Juwarih, anak akan bisa memohonkan Paspor serta bisa diberangkatkan ke luar negeri untuk bekerja.
"Kalau unprosedural (ilegal) yang membikinkan semua dokumennya adalah agen.
Jadi calon TKI atau TKW ini tidak tahu menahu mereka hanya tinggal menunggu instruksi saja," kata Juwarih.
Keterlibatan oknum di instansi pemerintah
Dia juga menerangkan, proses pemalsuan dokumen ini pihak agen atau PT akan berkoordinasi dengan oknum di instansi pemerintah untuk segera bisa membuat dokumen seperti KTP.
"Biasanya agen atau PT ke kantor desa dulu, lalu ke Disdukcapil setempat," terang Juwarih.
Dia mengatakan, jika terbongkar praktik ini, kejahatannya bisa dikenakan pasal berlapis seperti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan pemalsuan dokumen negara.
"Dikenakan Pasal 21 tahun 2007 tentang TPPO. Ancamannya kurang lebih 15 tahun penjara, dan bisa juga kena pasal pemalsuan dokumen negara," ungkap Juwarih.
Kisah buruh migran CW, tersiksa dan tidak ada perlindungan hukum CW (28), perempuan asal salah satu desa di Kecamatan Kedokan Bunder, Kabupaten Indramayu, mengaku dirinya pernah menjadi korban perdagangan anak buruh migran.
CW yang ketika itu berusia 17 tahun oleh keluarga dipaksa bekerja di luar negeri. Waktu itu ia bekerja di Singapura, dan mengurusi laki-laki dan perempuan yang lanjut usia.