Namun, ia mengatakan ada pengecualian dimana penggunaan bahan najis atau haram dalam obat-obatan diperbolehkan asal memenuhi sejumlah syarat.
Salah satunya pada kondisi darurat yang apabila pengobatan itu tidak dilakukan dapat mengancam jiwamanusia atau mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari.
Penggunaan bahan najis atau haram juga diperbolehkan apabila belum ditemukan bahan yang halal dan suci, serta adanya rekomendasi paramedis yang kompeten dan terpercaya bahwa dalam pengobatan tidak ditemukan obat yang halal.
“Ada kondisi tertentu yang bisa membuat suatu produk obat itu diperbolehkan.
Tetap dinyatakan haram, tapi produknya diperbolehkan digunakan dalam kondisi tertentu,” kata Muti.
“Jadi ini penting sekali kenapa MUI harus bersama-sama dengan Badan POM, karena Badan POM yangpunya otoritas untuk memberikan rekomendasi, termasuk soal vaksin tadi,” lanjutnya.
Baca Juga: Jangan Main-main, Masyarakat Bakal Kena Sanksi Jika Tak Mau Disuntik Vaksin Covid-19
Adapun penggunaan obat yang berbahan najis atau haram untuk pengobatan luar hukumnya boleh dengan syarat dilakukan pensucian.
Muti mencontohkan dalam kasus vaksin MR pada proses pengkajiannya terdapat kandungan babi didalamnya.
Pada saat itu MUI menyatakan vaksin MR haram dalam hal produknya, namun karena adanyakebutuhan meskipun haram, MUI memperbolehkan vaksin itu dipergunakan.
“Karena belum ada alternative vaksin lain yang halal maka diperbolehkan untuk digunakan,” kata Muti