Dalam insiden terpisah, seorang pemimpin peleton berusia 25 tahun di unit penjaga perbatasan, ditangkap pada pertengahan Agustus, juga atas tuduhan penyelundupan.
Sumber RFA mengatakan: "Dia menerima 500 kilogram sakarin dari seorang penyelundup China dan menyerahkannya kepada penduduk setempat sementara karantina darurat tingkat tertinggi untuk virus korona diberlakukan."
Prajurit itu segera ditahan, meskipun kemungkinan besar dia akan terhindar dari 'hukuman berat'.
Baca Juga: Ternyata Batuk karena Covid-19 dan Batuk Biasa Bisa Dibedakan Loh, Lalu Kapan Kita Harus Khawatir?
Sumber itu menambahkan: "Beberapa penduduk percaya bahwa pemimpin peleton penjaga perbatasan itu terlibat dalam penyelundupan bukan untuk mengamankan makanan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk pasukannya."
Ketegangan di wilayah perbatasan disorot bulan lalu ketika tentara Utara menembak mati tiga nelayan China yang beroperasi secara ilegal di perairan Negara Pertapa, RFA melaporkan.
Sebuah sumber mengatakan bahwa insiden seperti itu lebih sering terjadi karena tentara Korea Utara memiliki lebih sedikit uang dari suap daripada sebelumnya sebagai akibat penutupan perbatasan Tionkok-Korea Utara.
"Unit militer menjadi lebih brutal karena mereka dilarang pergi ke laut untuk mendapatkan uang karena COVID-19," katanya.
Sementara itu, Korea Utara masih bersikeras bebas virus meskipun Pemerintah memberi tahu warganya pada bulan April bahwa penyakit itu menyebar di ibu kota dan dua wilayah lain di negara itu.
Namun, tidak ada kasus yang dikonfirmasi secara resmi.
Artikel ini telah tayang di Sosok.ID dengan judul Kejamnya Hidup di Bawah Langit yang Sama dengan Kim Jong Un, Warga Korea Utara Sebut Kematian Jauh Lebih Indah daripada Dipenjara Gegara Cari Sesuap Nasi Pakai Cara Ini