"Jangan melulu soal kepala keluarga lak-laki yang harus mendapat program bantuan. Bagaimana dengan perempuan yang dianggap sebagai kepala keluarga. Itu diskriminatif," katanya lagi.
Ia menyampaikan, saat ini tingkat perceraian tinggi dan bagaimanapun tindakan perceraian tentu merugikan pihak istri atau perempuan.
"Sebaiknya sekarang bantuan pemerintah jangan hanya Rp 600.000 itu saja, tapi perempuan juga memperoleh, jangan cuma kepala keluarga saja," lanjut dia.
Selain itu, Budi mengungkapkan bahwa dulunya kasus gugatan perceraian diajukan oleh pihak pria atau suami.
Ia menimbang, bahwa jika pada keluarga justru istri yang meminta cerai, maka mereka sudah siap bercerai.
Budi mengungkapkan, angka perceraian akan terus bertambah jika persoalan ekonomi tidak diselesaikan.
Komitmen dalam pernikahan
Sementara itu, diberitakan Kompas.com (25/6/2020), psikolog Personal Growth, Gracia Ivonika mengungkapkan faktor pemicu pasangan memilih untuk bercerai perlu dilihat dari berbagai aspek.
Pertama, dari aspek masing-masing individu yakni seberapa masing-masing individu sudah siap dan matang secara usia dan psikologis untuk menjalani kehidupan pernikahan, juga isu-isu personal lainnya.
Selain itu, bagaimana suatu pasangan mampu untuk bekerja sama sebagai partner hidup, berkompromi menerima satu sama lain, dan menjalani komitmen dalam pernikahan.