Dari jumlah populasinya yang besar (melibatkan ribuan pasien), harus diagnosis tertentu, dan tindak lanjut yang lama karena harus dinilai efek jangka pendek, menengah, hingga panjang.
Selain itu, ditahapan ini juga produk yang diteliti akan diuji stastistik bersama dengan plasebo atau 'obat kosong'.
Dimana beberapa orang secara acak (random) akan dipilih sebagai subjek penelitian.
Baca Juga: Diduga Meninggal Dunia Karena Virus Corona, 5 Pasien Ini Ternyata Negatif , Kok Bisa?
Setengah dari orang-orang tersebut diberi obat yang benar-benar mengandung zat obat, sementara setengahnya lagi diberi obat kosong.
Percobaan ini akan membantu peneliti mengetahui apakah obat tersebut benar-benar efektif atau hanya sugesti pasien yang merasa lebih baik karena tahu mereka telah mengonsumsi produk obat tersebut.
Apabila lolos ujia fase III (dinyatakan efektif dan aman) maka obat tersebut boleh didaftarkan ke BPOM dan boleh dijual di pasaran.
Fase terakhir alias fase IV adalah post marketing surveillance, yakni kegiatan pengawasan untuk melihat aspek keamanan, khasiat dibandingkan dengan obat standar sebelumnya, dan mutu produk tersebut di populasi.
Sebab produk telah dipasarkan di masyarakat dan dokter pun sudah boleh membuatkan resepnya.
Hal ini dilakukakan karena bisa saja ditemukan very long term effect (efek jangka sangat panjang) dari produk yang telah diedarkan.
Sehingga tak jarang pada beberapa kasus terjadi penarikan obat dari peredaran di masyarakat setelah fase 4 ini.