Ayah dan ibu tampaknya setuju saja. Ayah malah berkata demikian: “Ala, terima sajalah nak. Apa sih ruginya menolong orang jadi pengantin-pengantinan barang sehari. Apalagi untuk kebaikan boss yang banyak menolong keluarga kita.”
Akhirnya saya mengangguk setuju!
Kemudian hari Minggu yang dimaksud itu tiba juga. Pagi-pagi sebuah Mercy menjemput saya terus dilarikan ke sebuah hotel di Telukbetung.
Saya langsung di make up ala pengantin masa kini. Pakai jas dan dasi segala. Padahal ketika itu pakai jas maupun dasi saya belum pernah. Maklum orang desa.
Saya tersipu ketika duduk di kursi pengantin. Tamu atau undangan berlimpah. Saya sempat melihat hadir bupati dan beberapa camat setempat.
Sementara di samping saya .... pengantin wanita yang molek itu pelupuk matanya berkaca-kaca.
Ketika resepsi usai, saya dan gadis pengantin itu berdiri di muka pintu untuk menerima ucapan selamat "menempuh hidup baru". Sambil menerima jabat-tangan setiap tamu, hati saya gemuruh tak keruan mengalami kenyataan ini.
Baca Juga: Sering Bermimpi Tentang Kematiannya, Penyanyi Waria ini Putuskan Berubah Menjadi Lelaki Tulen
Lha, saya jadi pengantin yang stunt-man. Padahal sebentar lagi pengantin wanitanya bukan apa-apa lagi bagi saya. Boss akan menerbangkan anak gadisnya ke luar negeri untuk menghilangkan "bencana" tidak jadi menikah.
Tapi yang masih bisa dikatakan beruntung, tak seorangpun tamu yang diundang boss itu kenal siapa saya. Maklum yang diundang orang kota, sementara saya sendiri orang desa dari kecamatan Gedongtataan. Jadi amanlah.
Esoknya datang ke rumah saya utusan boss. Yang datang bukan siapa-siapa, lagi-lagi paman saya sendiri yang pernah mencomblangi pernikahan fiktif ini. Paman menghadiahi saya sebuah sepeda Hercules baru dan pantalon yang kemarin saya pakai jadi pengantin.