Perabotannyapun seadanya, yakni 2 lemari pakaian yang usang, dan satu kasur yang sudah robek.
Sebagian langit-langit rumah itu juga tampak bolong.
Beberapa bagian tanpa triplek, sehingga berhadapan langsung dengan genteng.
Belum lagi bau pesing yang muncul-tenggelam menguar di ruangan itu.
"Kalau Bapak di sini datang saat hujan, ya di sudut ada air-air rembesan. Biasa juga kalau deres sih genang air pak," kata Kudus.
Perbincangan mengenai kehidupan Kudus tanpa listrik diceritakannya sembari melahap sebungkus nasi berisi telur ceplok dan orek tempe.
"Mari Mas, makan dulu, seadanya nih nasi sama ini saja" kata Kudus.
"Ini siang sampai sore ya ada cahaya sedikit. Tapi kalau malam gelap, ya sudah terbiasa saya Mas. Warga di sini juga sudah tahu 'di situ ada Bang Kudus' biasa begitu. Jadi ya sudah biasa," tambah Kudus membuka cerita.
Ia lalu menceritakan awal mula bagaimana listrik di rumahnya bisa diputus.
Hal itu terjadi saat dirinya sudah tidak bekerja sebagai cleaning service sekitar tahun 2000-2001.
"Pak, saya itu tamatan kelas 5 SD, ya alhamdulilah saya bisa baca dan tulis. Sempat kerja jadi OB. Nah, mungkin karena kantornya butuh pegawai yang punya ijazah, ya sudah, saya keluar. Saya pernah lah kerja dan tahu kerja sama orang Pak," ucap dia.