"Saya takut dan bertanya-tanya, mungkin dia akan menipuku dan meleparkannku ke laut," jelasnya.
"Namun, dia berujar akan menjadikanku istrinya dan membawanya, "kenangsnya sambil duduk di teras rumahnya.
Sejak saat itu Kyitaragabirwe tinggal di Desa Kshungyera, yang dekat dengan pulau itu, di mana pulau itu hanyalah sebidang rumput terendam air.
Dalam tradisi masyarakat Bakiga, seorang perempuan muda hanya boleh hamil setelah menikah.
Maka pria yang menikahi gadis perawan juga menerima mahar dengan ternak.
Baca Juga: Ke'te Kesu, Warisan Megah di Tana Toraja yang Tak Berubah Selama 400 Tahun
Sedangkan gadis yang hamil di luar nikah, bisanya dipandang akan membuat malu keluarga, karena akan erampas kekayaanya sangat dibutuhkan, jika pernikahan terjadi.
Maka, keluarga akan membuang aib tersebut ke pulau hukuman dan membiarkannya tinggal di sana.
Karena wilayahnya terpencil, praktik itu berlanjut bahkan setelah misionasir dan penjajah tiba di Uganda pada abad ke-19 dan melarangnya.
Kebanyakan, pada saat itu anak-anak perempuan tidak tahu cara berenang, jadi seorang perempuan muda dibuang ke pulau itu hanya memiliki dua pilihan.
Terjun ke danau dan mati, atau menanti ajal karena kedinginan dan kelaparan.