Penemuan ini pun membuat Sanford DeVoe, seorang dosen psikologi di University of California yang tidak terlibat dalam studi tersebut, heran.
Dia berkata bahwa walaupun mayoritas orang merasa kekurangan waktu sehingga mengalami stres, depresi dan kurang tidur; hanya sedikit yang mau mengeluarkan uangnya untuk mendapat lebih banyak waktu.
Ashley Whillans, psikolog sosial dari Harvard University yang memimpin studi tersebut, menduga bahwa bahwa hal ini disebabkan oleh nilai waktu yang abstrak.
“Kita selalu berpikir kita bahwa akan punya lebih banyak waktu pada keesokan harinya. Akibatnya, kita tidak mau menukarkan uang yang konkrit dan bisa diukur untuk waktu, yang lebih tidak jelas” ujarnya kepada Washington Post 24 Juli 2017.
DeVoe pun menyetujui pendapat Whilians.
Dia mengatakan, ketika kamu membayar seseorang untuk membersihkan rumah atau memotong rumput di halaman, kamu tahu dengan pasti uang yang akan berkurang dari dompet.
Namun, kamu tidak tahu seberapa besar kebahagiaan yang akan didapat dari membayar orang lain untuk melakukannya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Cara Membeli Kebahagiaan Menurut Sains"
(*)