"BPOM itu memang memiliki kewenangan melakukan penegakan hukum, penyidikan, PPNS-nya kan ada terkait dengan produsen-produsen. Karena kan memang tugas mereka melakukan pengawasan," tuturnya.
Meski demikian, penetapan tersangka tetap dilakukan dengan koordinasi Polri.
Pipit lantas memberikan penjelasan lebih lanjut bahwa BPOM dan kepolisian sama-sama memiliki kewenangan di bidang penegakan hukum.
Hanya saja, kewenangan tersebut memiliki perbedaan masing-masing.
"Bedanya kami dari kepolisian itu menetapkan siapa yang bertanggung jawab itu dari pasien dulu. Ada pasien meninggal, keluarga pasien meninggal, kan kita dalami dulu," kata Pipit.
Sementara itu seperti dilansir dariTribunnews.com,Bareskrim Polri telah menetapkan korporasi sebagai tersangka kasus gagal ginjal akut, yaituPT Afi Farma (AF) dan CV Samudra Chemical (SC).
Perusahaan tersebut diduga telah melakukan tindak pidanamemproduksi obat atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu.
Alhasil, PT AF disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang RI No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Sementara itu,CV. SC disangkakan Pasal 196 Jo Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dan/atau Pasal 60 angka 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan Atas Pasal 197 Jo Pasal 106 Jo Pasal 201 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Pasal 62 Jo Pasal 8 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Jo pasal 55 dan/atau pasal 56 KUHP dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 2 miliar.
(*)